Surah Ar-Rum Ayat 1-7; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Ar-Rum Ayat 1-7

Pecihitam.org – Kandungan Surah Ar-Rum Ayat 1-7 ini, sebelum membahas kandungan Ayat terlebih dahulu kita memahami intisari surah tersebut. jadi, Surah ini dimulai dengan menyebutkan tentang kekalahan bangsa Romawi dan janji Allah kepada orang-orang yang beriman bahwa Dia akan menolong mereka dari orang-orang Persia. Kemudian menyeru untuk merenungkan ciptaan Allah dan berjalan di muka bumi agar orang-orang Mukmin itu mengetahui kesudahan orang-orang kafir yang telah memakmurkan bumi lebih daripada orang-orang Quraisy.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Surah ini juga menampakkan keadaan manusia pada hari kiamat dan mengagungkan perbuatan orang-orang Mukmin yang menyucikan Allah dan menyembah kepada-Nya semata pada pagi, malam, siang dan sore hari. Di samping itu juga mengingatkan pada bukti-bukti keesaan Allah berupa pergantian siang dan malam, perbedaan bahasa serta fenomena alam semesta di langit dan bumi.

Surah ini memberikan perumpamaan yang menunjukkan kebatilan perbuatan syirik dan mengingatkan manusia akan penciptaan mereka dan nikmat Allah kepada mereka. Selain itu, surat ini juga menegaskan sendi-sendi keluarga dan masyarakat dan memperhatikan tentang penurunan syariat, sehingga mengharamkan riba dan mensyariatkan zakat serta menyuruh untuk berbakti kepada kedua orangtua. Kemudian Allah menyebutkan nikmat-Nya atas hamba-hamba-Nya dan menyeru mereka untuk taat beragama.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Ar-Rum Ayat 1-7

Surah Ar-Rum Ayat 1
الم

Terjemahan: Alif Laam Miim

Tafsir Jalalain: الم (Alif lam mim) hanya Allah yang mengetahui maksudnya.

Tafsir Ibnu Katsir: Ialah huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat-surat Al Quran seperti: Alif laam miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad dan sebagainya. diantara Ahli-ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah karena dipandang Termasuk Ayat-Ayat mutasyaabihaat, dan ada pula yang menafsirkannya.

golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya sebagai nama surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian Para Pendengar supaya memperhatikan Al Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al Quran itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad. kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari Allah dan hanya buatan Muhammad s.a.w. semata-mata, Maka cobalah mereka buat semacam Al Quran itu

Tafsir Kemenag: Lihat tafsir “Alif Lam Mim” pada Jilid I, tentang “Fawatih as-suwar”.

Tafsir Quraish Shihab: Surah ini dimulai dengan menyebutkan tentang kekalahan bangsa Romawi dan janji Allah kepada orang-orang yang beriman bahwa Dia akan menolong mereka dari orang-orang Persia. Kemudian menyeru untuk merenungkan ciptaan Allah dan berjalan di muka bumi agar orang-orang Mukmin itu mengetahui kesudahan orang-orang kafir yang telah memakmurkan bumi lebih daripada orang-orang Quraisy.

Surah ini juga menampakkan keadaan manusia pada hari kiamat dan mengagungkan perbuatan orang-orang Mukmin yang menyucikan Allah dan menyembah kepada-Nya semata pada pagi, malam, siang dan sore hari. Di samping itu juga mengingatkan pada bukti-bukti keesaan Allah berupa pergantian siang dan malam, perbedaan bahasa serta fenomena alam semesta di langit dan bumi.

Surah ini memberikan perumpamaan yang menunjukkan kebatilan perbuatan syirik dan mengingatkan manusia akan penciptaan mereka dan nikmat Allah kepada mereka. Selain itu, surah ini juga menegaskan sendi-sendi keluarga dan masyarakat dan memperhatikan tentang penurunan syariat, sehingga mengharamkan riba dan mensyariatkan zakat serta menyuruh untuk berbakti kepada kedua orangtua.

Kemudian Allah menyebutkan nikmat-Nya atas hamba-hamba-Nya dan menyeru mereka untuk taat beragama. Dia mengarahkan pandangan mereka kepada keajaiban-keajaiban yang ada di alam semesta yang menunjukkan kekuatan dan kekuasaan-Nya. Dia juga menerangkan tentang perkembangan manusia sampai mencapai usia senja.

Ayat-Ayat terakhir pada surah ini mengisyaratkan tentang hari kiamat dan kekufuran orang-orang musyrik kepadanya. Kemudian ditutup dengan nasihat kepada Rasulullah untuk selalu tetap dalam kebenaran dan bersabar atas apa yang menimpanya, karena sesungguhnya janji Allah pasti akan datang.]]

Alif, Lâm, Mîm. Surah yang dimulai dengan Ayat ini bermaksud untuk menjelaskan bahwa al-Qur’ân terdiri atas huruf-huruf yang dapat diucapkan oleh orang-orang Arab dengan mudah dan jelas. Meskipun demikian, orang-orang yang mengingkarinya tidak mampu mendatangkan sesuatu yang semisalnya. Di samping itu, huruf-huruf ini juga menggugah manusia untuk mendengarkan dan membawa mereka untuk mempercayai ajaran-ajaran Nabi Muhammad saw.

Ayat-Ayat 1 sampai 4 surat ini mengisyaratkan dua peristiwa, yang pertama benar-benar telah terjadi dan kedua belum terjadi. Yang kedua ini berupa kabar tentang hal-hal gaib (dan telah ditentukan terjadinya di antara tiga sampai tujuh tahun). Perincian peristiwa pertama bahwa orang-orang Persia dan Bezantium bertikai satu sama lain dalam suatu pertempuran di negeri Syam pada masa Kisra Abroiz atau Kisra Dua, Raja Persia yang dikenal di kalangan kaum Arab dengan Kisra dan masa Heraklius Muda, Kaisar Romawi yang dikenal di kalangan kaum Arab dengan Heraql. Pada tahun 614, Persia menguasai Anthakia, kota terbesar di bagian timur imperium Romawi. Kemudian menguasai Damaskus dan mengepung kota Bait al-Maqdis, sampai kemudian merebutnya, membakarnya, merampok serta membantai penduduknya. Api melahap gereja al-Qiyâmah dan para penyerang itu menguasai Salib dan memindahkannya ke ibukota mereka. Hati orang-orang Nasrani sangat takut dengan bencana yang sangat mengerikan ini. Dan pada saat kekalahan ini menjadi sumber kegembiraan bagi orang-orang musyrik Mekkah dan penyebab ejekan mereka kepada orang-orang muslim–karena orang-orang Romawi adalah Ahl al-Kitâb sebagaimana sahabat-sahabat Nabi Muhammad saw., dan orang-orang Persia bukan Ahl al-Kitâb seperti orang-orang musyrik–maka Allah menurunkan Ayat-Ayat yang jelas ini kepada Nabi Muhammad untuk memberikan kabar gembira kepada mereka dengan kemenangan Ahl al-Kitâb dan kegembiraan mereka, dan juga dengan kekalahan orang-orang musyrik dan kesudahan mereka yang buruk dalam jangka waktu yang telah ditentukan beberapa tahun setelahnya. Perincian kejadian kedua adalah bahwa Heraklius, Kaisar Romawi dan tentaranya yang telah menderita kekalahan, belum merasa putus asa untuk meraih kemenangan. Maka dari itu, ia segera mempersiapkan dirinya untuk pertempuran yang akan menghapus kehinaan dari kekalahannya.

Pada tahun 622 M (tahun pertama Hijriah), ia memaksa Persia untuk melakukan pertempuran di Armenia, dan kemenangan ada di pihak Romawi. Kemenangan ini adalah sebagai pembukaan dari kemenangan-kemenangan Romawi selanjutnya atas Persia. Begitulah kemenangan Ahl al-Kitâb atas orang-orang musyrik, sehingga terwujudlah kabar gembira yang dibawa al-Qur’ân.

Dan juga terdapat kejadian ketiga yang dapat dipahami dari konteks Ayat-Ayat ini yang menjadi pembangkit rasa gembira orang-orang muslim, yaitu kemenangan mereka atas orang-orang musyrik Quraisy pada Perang Badar yang terjadi pada hari Jumat, 17 Ramadan tahun 2 Hijriah atau tahun 624 Masehi.

Surah Ar-Rum Ayat 2
غُلِبَتِ الرُّومُ

Terjemahan: Telah dikalahkan bangsa Rumawi,

Tafsir Jalalain: غُلِبَتِ الرُّومُ (Telah dikalahkan bangsa Romawi) mereka adalah ahli kitab yang dikalahkan oleh kerajaan Persia yang bukan ahli kitab, bahkan orang-orang Persia itu penyembah berhala. Dengan adanya berita ini bergembiralah orang-orang kafir Mekah, kemudian mereka mengatakan kepada kaum Muslimin, “Kami pasti akan mengalahkan kalian, sebagaimana kerajaan Persia telah mengalahkan kerajaan Romawi.”.

Tafsir Ibnu Katsir: Maksudnya: Rumawi timur yang berpusat di Konstantinopel. Maksudnya: terdekat ke negeri Arab Yaitu Syria dan Palestina sewaktu menjadi jajahan kerajaan Rumawi Timur.

Bangsa Rumawi adalah satu bangsa yang beragama Nasrani yang mempunyai kitab suci sedang bangsa Persia adalah beragama Majusi, menyembah api dan berhala (musyrik). kedua bangsa itu saling perang memerangi. ketika tersiar berita kekalahan bangsa Rumawi oleh bangsa Persia, Maka kaum musyrik Mekah menyambutnya dengan gembira karena berpihak kepada orang musyrikin Persia. sedang kaum muslimin berduka cita karenanya.

kemudian turunlah Ayat ini dan Ayat yang berikutnya menerangkan bahwa bangsa Rumawi sesudah kalah itu akan mendapat kemenangan dalam masa beberapa tahun saja. hal itu benar-benar terjadi. beberapa tahun sesudah itu menanglah bangsa Rumawi dan kalahlah bangsa Persia. dengan kejadian yang demikian nyatalah kebenaran Nabi Muhammad s.a.w. sebagai Nabi dan Rasul dan kebenaran Al Quran sebagai firman Allah.[1164] Ialah antara tiga sampai sembilan tahun. waktu antara kekalahan bangsa Rumawi (tahun 614-615) dengan kemenangannya (tahun 622 M.) bangsa Rumawi adalah kira-kira tujuh tahun.

Ayat-Ayat tersebut turun ketika Sabur, raja Persia mendapat kemenangan atas negeri Syam [Syria] dan beberapa negeri Jazirah yang berada di bawah kekuasaannya serta berbagai pelosok negeri Romawi. Maka Heraclius, raja Romawi terdesak sehingga dia berlindung ke Konstantinopel dan dikepung di sana selama masa yang cukup lama. Kemudian negeri itu kembali lagi kepada Heraclius, sebagaimana yang akan diuraikan lebih lanjut.

Imam Ahmad meriwAyatkan dari Ibnu ‘Abbas ra. mengenai firman-Nya: الم. غُلِبَتِ الرُّومُ فِي أَدْنَى الْأَرْضِ (“Alif laam miim. Bangsa Romawi telah dikalahkan, di negeri yang terdekat.”) dia mengatakan: “Dikalahkan dan menang.” Lebih lanjut ia mengatakan: “Orang-orang musyrik sangat menginginkan Persia mendapat kemenangan atas Romawi, karena mereka adalah penyembah berhala.

Sedangkan orang-orang Muslim menginginkan Romawi menang atas Persia, karena mereka adalah Ahlul Kitab. Kemudian hal itu diceritahkan kepada Abu Bakar, lalu Abu Bakar menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah saw. maka beliau pun bersabda: “Memang, mereka [Romawi] itu akan menang.”

Lalu Abu Bakar memberitahukan hal tersebut kepada mereka seraya berkata: “Buatlah antara kami dan dirimu batas waktu [kemenangan], jika kami menang, maka bagi kami ini dan itu, dan jika kalian menang, maka bagi kalian ini dan itu.”

Demikianlah dibuatkan batas waktu lima tahun, tetapi mereka [bangsa Romawi] tidak kunjung menang, maka Abu Bakar menceritakan hal itu kepada Rasulullah saw. lalu beliau bersabda: “Tidakkah kamu membuat waktunya di bawah sepuluh tahun?” –menurut pendapatku beliau mengatakan demikian.’”
Sa’id bin Jubair mengatakan: “Al-Bidl-u berarti angka di bawah sepuluh.”

Tidak lama kemudian Romawi mendapatkan kemenangan. Dan itulah firman-Nya: الم. غُلِبَتِ الرُّومُ فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُم مِّن بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ الْأَمْرُ مِن قَبْلُ وَمِن بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ بِنَصْرِ اللَّهِ يَنصُرُ مَن يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ (“Alif laam Miim. telah dikalahkan bangsa Rumawi. di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang. dalam beberapa tahun lagi. bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman. karena pertolongan Allah.

Dia menolong siapa yang dikehendakiNya. dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang”) demikian yang diriwAyatkan oleh at-Tirmidzi dan an-Nasa-i secara keseluruhan. Dan at-Tirmidzi mengatakan: “Hadits tersebut hasan gharib, dan kami mengetahui hadits tersebut dari hadits Sufyan, dari Habib.” Dan juga diriwAyatkan oleh Ibnu Abi Hatim. Selain itu juga diriwAyatkan oleh Jarir.

Sufyan mengatakan: “Diberitahukan kepadaku bahwa mereka menang bertepatan dengan perang Badar.” Sulaiman bin Mahran al-A’masy berkata dari Muslim, dari masruq, dia bercerita. Abdullah berkata: “Lima hal yang telah berlalu; asap, lizam, bathsyah, bulan dan Romawi.” Demikian yang diriwAyatkan al-Bukhari dan Muslim.

Adapun bangsa Romawi berasal dari silsilah al-‘Ish bin Ishaq bin Ibrahim, putera-putera paman Bani Israil, yang mereka disebut juga Bani Ashfar. Mereka memeluk agama Yunani. Sedangkan bangsa Yunani berasal dari silsilah keturunan Yafits bin Nuh, putera-putera paman Turki. Mereka menyembah tujuh bintang yang beredar, yang disebut juga dengan mutahayyirah. Dan mereka shalat menghadap ke kutub selatan.

Mereka itulah yang membangun Damaskus dan tempat ibadahnya, yang di dalamnya terdapat beberapa mihrab menghadap ke selatan. Bangsa Romawi tetap memeluk agama mereka sampai kira-kira setelah 300 tahun diutusnya al-Masih. Raja yang memimpin Syam dan al-Jazirah disebut Kaisar, dialah yang pertama kali masuk agama Nasrani, dan raja-raja Romawi Konstantin bin Kostas dan ibunya Maryam al-Ghandaqaniyah. wallaaHu a’lam.

Kemudian bangsa Romawi dikalahkan oleh bangsa Persia setelah sembilan tahun. Dalam percakapan bahasa Arab, kata al-bidl’u berarti antara tiga sampai sembilan. Demikian juga yang terdapat di dalam hadits yang diriwAyatkan oleh at-Tirmidzi, Ibnu Jarir, dan lain-lainnya, dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Rasulullah saw. berkata kepada Abu Bakar dalam munajatnya, alif laam miim ghulibatir ruum (“Alif laam mim, bangsa Romawi telah dikalahkan.”)

“Bukankah engkau telah menetapkan, hai Abu Bakar, bahwa bidl’u itu antara tiga sampai sembilan?” kemudian at-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib dari sisi ini. Ibnu Jarir juga meriwAyatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr, bahwa dia juga mengatakan hal tersebut. wallaaHu a’lam.

Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan bahwa bangsa Romawi telah dikalahkan oleh bangsa Persia di negeri yang dekat dengan kota Mekah, yaitu negeri Syiria. Beberapa tahun kemudian setelah mereka dikalahkan, maka bangsa Romawi akan mengalahkan bangsa Persia sebagai balasan atas kekalahan itu.

Bangsa Romawi yang dimaksud dalam Ayat ini ialah Kerajaan Romawi Timur yang berpusat di Konstantinopel, bukan kerajaan Romawi Barat yang berpusat di Roma. Kerajaan Romawi Barat, jauh sebelum peristiwa yang diceritakan dalam Ayat ini terjadi, sudah hancur, yaitu pada tahun 476 Masehi. Bangsa Romawi beragama Nasrani (Ahli Kitab), sedang bangsa Persia beragama Majusi (musyrik).

Ayat ini merupakan sebagian dari Ayat-Ayat yang memberitakan hal-hal gaib yang menunjukkan kemukjizatan Al-Qur’an. Pada saat bangsa Romawi dikalahkan bangsa Persia, maka turunlah Ayat ini yang menerangkan bahwa pada saat ini bangsa Romawi dikalahkan, tetapi kekalahan itu tidak akan lama dideritanya.

Baca Juga:  Surah Ar-Rum Ayat 58-60; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Hanya dalam beberapa tahun saja, orang-orang Persia pasti dikalahkan oleh orang Romawi. Kekalahan bangsa Romawi ini terjadi sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Medinah. Mendengar berita ini, orang-orang musyrik Mekah bergembira, sedangkan orang-orang yang beriman dan Nabi bersedih hati.

Sebagaimana diketahui bahwa bangsa Persia beragama Majusi yang menyembah api, jadi mereka menyekutukan Tuhan. Orang-orang Mekah juga menyekutukan Tuhan dengan menyembah berhala. Oleh karena itu, mereka merasa agama mereka dekat dengan agama bangsa Persia, karena sama-sama mempersekutukan Tuhan.

Kaum Muslimin merasa agama mereka dekat dengan agama Nasrani, karena sama-sama menganut agama Samawi. Oleh karena itu, kaum musyrik Mekah bergembira atas kemenangan itu, sebagai kemenangan agama politeisme yang mempercayai “banyak Tuhan”, atas agama Samawi yang menganut agama tauhid. Sebaliknya kaum Muslimin waktu itu bersedih hati karena sikap menentang kaum musyrik Mekah semakin bertambah.

Mereka mencemooh kaum Muslimin dengan mengatakan bahwa dalam waktu dekat mereka juga akan hancur, sebagaimana kehancuran bangsa Romawi yang menganut agama Nasrani. Lalu Ayat ini turun untuk menerangkan bahwa bangsa Romawi yang kalah itu, akan mengalahkan bangsa Persia dalam waktu yang tidak lama, hanya dalam beberapa tahun lagi.

Sejarah mencatat bahwa tahun 622 Masehi, yaitu setelah tujuh atau delapan tahun kekalahan bangsa Romawi dari bangsa Persia itu, peperangan antara kedua bangsa itu berkecamuk kembali untuk kedua kalinya. Pada permulaan terjadinya peperangan itu telah tampak tanda-tanda kemenangan bangsa Romawi.

Sekalipun demikian, ketika sampai kepada kaum musyrik Mekah berita peperangan itu, mereka masih mengharapkan kemenangan berada di pihak Persia. Oleh karena itu, Ubay bin Khalaf ketika mengetahui Abu Bakar hijrah ke Medinah, ia minta agar putra Abu Bakar, yaitu ‘Abdurrahman, menjamin taruhan ayahnya, jika Persia menang. Hal ini diterima oleh ‘Abdurrahman.

Pada tahun 624 Masehi, terjadilah perang Uhud. Ketika Ubay bin Khalaf hendak pergi memerangi kaum Muslimin, ‘Abdurrahman melarangnya, kecuali jika putranya menjamin membayar taruhannya, jika bangsa Romawi menang. Maka Abdullah bin Ubay menerima untuk menjaminnya.

Jika melihat berita di atas, maka ada beberapa kemungkinan sebagai berikut: pertama, pada tahun 622 Masehi, perang antara Romawi dan Persia telah berakhir dengan kemenangan Romawi. Akan tetapi, karena hubungan yang sukar waktu itu, maka berita itu baru sampai ke Mekah setahun kemudian, sehingga Ubay minta jaminan waktu Abu Bakar hijrah, sebaliknya ‘Abdurrahman minta jaminan pada waktu Ubay akan pergi ke Perang Uhud. Kedua, peperangan itu berlangsung dari tahun 622-624 Masehi, dan berakhir dengan kemenangan bangsa Romawi.

Dari peristiwa di atas dapat dikemukakan beberapa hal dan pelajaran yang perlu direnungkan dan diamalkan.

Pertama: Ada hubungan antara kemusyrikan dan kekafiran terhadap dakwah dan iman kepada Allah. Sekalipun negara-negara dahulu belum mempunyai sistem komunikasi yang canggih dan bangsanya pun belum mempunyai hubungan yang kuat seperti sekarang ini, namun antar bangsa-bangsa itu telah mempunyai hubungan batin, yaitu antara bangsa-bangsa yang menganut agama yang bersumber dari Tuhan di satu pihak, dan bangsa-bangsa yang menganut agama yang tidak bersumber dari Tuhan pada pihak yang lain.

Orang-orang musyrik Mekah menganggap kemenangan bangsa Persia atas bangsa Romawi (Nasrani), sebagai kemenangan mereka juga karena sama-sama menganut politeisme. Sedangkan kaum Muslimin merasakan kekalahan bangsa Romawi yang beragama Nasrani sebagai kekalahan mereka pula, karena merasa agama mereka berasal dari sumber yang satu. Hal ini merupakan suatu faktor nyata yang perlu diperhatikan kaum Muslimin dalam menyusun taktik dan strategi dalam berdakwah.

Kedua: Kepercayaan yang mutlak kepada janji dan ketetapan Allah. Hal ini tampak pada ucapan-ucapan Abu Bakar yang penuh keyakinan tanpa ragu-ragu di waktu menetapkan jumlah taruhan dengan Ubay bin Khalaf. Harga unta seratus ekor sangat tinggi pada waktu itu, sehingga kalau tidak karena keyakinan akan kebenaran Ayat-Ayat Al-Qur’an yang ada di dalam hati Abu Bakar, tentu beliau tidak akan berani mengadakan taruhan sebanyak itu, apalagi jika dibaca sejarah bangsa Romawi pada waktu kekalahan itu dalam keadaan kocar-kacir.

Amat sukar diramalkan mereka sanggup mengalahkan bangsa Persia yang dalam keadaan kuat, hanya dalam tiga sampai sembilan tahun mendatang. Keyakinan yang kuat seperti keyakinan Abu Bakar itu merupakan keyakinan kaum Muslimin, yang tidak dapat digoyahkan oleh apa pun, sekalipun dalam bentuk siksaan, ujian, penderitaan, pemboikotan, dan sebagainya.

Hal ini merupakan modal utama bagi kaum Muslimin menghadapi jihad yang memerlukan waktu yang lama di masa yang akan datang. Jika kaum Muslimin mempunyai keyakinan dan berusaha seperti kaum Muslimin di masa Rasulullah, pasti pula Allah mendatangkan kemenangan kepada mereka.

Ketiga: Terjadinya suatu peristiwa adalah urusan Allah, tidak seorangpun yang dapat mencampurinya. Allah-lah yang menentukan segalanya sesuai dengan hikmah dan kebijaksanaan-Nya. Hal ini berarti bahwa kaum Muslimin harus mengembalikan segala urusan kepada Allah saja, baik dalam kejadian seperti di atas, maupun pada kejadian dan peristiwa yang merupakan keseimbangan antara situasi dan keadaan.

Kemenangan dan kekalahan, kemajuan dan kemunduran suatu bangsa, demikian pula kelemahan dan kekuatannya yang terjadi di bumi ini, semuanya kembali kepada Allah. Dia berbuat menurut kehendak-Nya. Semua yang terjadi bertitik tolak kepada kehendak Zat yang mutlak itu. Jadi berserah diri dan menerima semua yang telah ditentukan Allah adalah sifat yang harus dimiliki oleh seorang mukmin.

Hal ini bukanlah berarti bahwa usaha manusia tidak ada harganya sedikit pun, karena hal itu merupakan syarat berhasilnya suatu pekerjaan. Dalam suatu hadis diriwAyatkan bahwa seorang Arab Badui melepaskan untanya di muka pintu masjid Rasulullah, kemudian ia masuk ke dalamnya sambil berkata, “Aku bertawakal kepada Allah,” lalu Nabi bersabda:

Ikatlah unta itu sesudah itu baru engkau bertawakal. (RiwAyat at-Tirmidzi dari Anas bin Malik ) Berdasarkan hadis ini, seorang muslim disuruh berusaha sekuat tenaga, kemudian ia berserah diri kepada Allah tentang hasil usahanya itu.

Akhir Ayat ini menerangkan bahwa kaum Muslimin bergembira ketika mendengar berita kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia. Mereka bergembira karena:

  1. Mereka telah dapat membuktikan kepada kaum musyrik Mekah atas kebenaran berita-berita yang ada dalam Ayat Al-Qur’an.
  2. Kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia merupakan kemenangan agama Samawi atas agama ciptaan manusia.
  3. Kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia mengisyaratkan kemenangan kaum Muslimin atas orang-orang kafir Mekah dalam waktu yang tidak lama lagi.

Tafsir Quraish Shihab: Persia mengalahkan Romawi pada tempat terdekat dengan orang-orang Arab, yaitu perbatasan Syam. Setelah kekalahan ini, mereka akan mengalahkan Persia.

Surah Ar-Rum Ayat 3
فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُم مِّن بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ

Terjemahan: di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang

Tafsir Jalalain: فِي أَدْنَى الْأَرْضِ (Di negeri yang terdekat) yakni di kawasan Romawi yang paling dekat dengan wilayah kerajaan Persia, yaitu di jazirah Arabia; kedua pasukan yang besar itu bertemu di tempat tersebut, pihak yang mulai menyerang adalah pihak Persia, lalu bangsa Romawi berbalik menyerang وَهُم (dan mereka) yakni bangsa Romawi مِّن بَعْدِ غَلَبِهِمْ (sesudah dikalahkan itu) di sini mashdar dimudhafkan pada isim maf’ul, maksudnya sesudah orang-orang Persia mengalahkan mereka, akhirnya mereka سَيَغْلِبُونَ (akan menang) atas orang-orang Persia.

Tafsir Ibnu katsir: Kemudian bangsa Romawi dikalahkan oleh bangsa Persia setelah sembilan tahun. Dalam percakapan bahasa Arab, kata al-bidl’u berarti antara tiga sampai sembilan. Demikian juga yang terdapat di dalam hadits yang diriwAyatkan oleh at-Tirmidzi, Ibnu Jarir, dan lain-lainnya, dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Rasulullah saw. berkata kepada Abu Bakar dalam munajatnya,

الم. غُلِبَتِ الرُّومُ (“Alif laam mim, bangsa Romawi telah dikalahkan.”) “Bukankah engkau telah menetapkan, hai Abu Bakar, bahwa bidl’u itu antara tiga sampai sembilan?” kemudian at-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib dari sisi ini. Ibnu Jarir juga meriwAyatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr, bahwa dia juga mengatakan hal tersebut. wallaaHu a’lam.

Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan bahwa bangsa Romawi telah dikalahkan oleh bangsa Persia di negeri yang dekat dengan kota Mekah, yaitu negeri Syiria. Beberapa tahun kemudian setelah mereka dikalahkan, maka bangsa Romawi akan mengalahkan bangsa Persia sebagai balasan atas kekalahan itu.

Bangsa Romawi yang dimaksud dalam Ayat ini ialah Kerajaan Romawi Timur yang berpusat di Konstantinopel, bukan kerajaan Romawi Barat yang berpusat di Roma. Kerajaan Romawi Barat, jauh sebelum peristiwa yang diceritakan dalam Ayat ini terjadi, sudah hancur, yaitu pada tahun 476 Masehi. Bangsa Romawi beragama Nasrani (Ahli Kitab), sedang bangsa Persia beragama Majusi (musyrik).

Ayat ini merupakan sebagian dari Ayat-Ayat yang memberitakan hal-hal gaib yang menunjukkan kemukjizatan Al-Qur’an. Pada saat bangsa Romawi dikalahkan bangsa Persia, maka turunlah Ayat ini yang menerangkan bahwa pada saat ini bangsa Romawi dikalahkan, tetapi kekalahan itu tidak akan lama dideritanya.

Hanya dalam beberapa tahun saja, orang-orang Persia pasti dikalahkan oleh orang Romawi. Kekalahan bangsa Romawi ini terjadi sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Medinah. Mendengar berita ini, orang-orang musyrik Mekah bergembira, sedangkan orang-orang yang beriman dan Nabi bersedih hati.

Sebagaimana diketahui bahwa bangsa Persia beragama Majusi yang menyembah api, jadi mereka menyekutukan Tuhan. Orang-orang Mekah juga menyekutukan Tuhan dengan menyembah berhala. Oleh karena itu, mereka merasa agama mereka dekat dengan agama bangsa Persia, karena sama-sama mempersekutukan Tuhan.

Kaum Muslimin merasa agama mereka dekat dengan agama Nasrani, karena sama-sama menganut agama Samawi. Oleh karena itu, kaum musyrik Mekah bergembira atas kemenangan itu, sebagai kemenangan agama politeisme yang mempercayai “banyak Tuhan”, atas agama Samawi yang menganut agama tauhid. Sebaliknya kaum Muslimin waktu itu bersedih hati karena sikap menentang kaum musyrik Mekah semakin bertambah.

Mereka mencemooh kaum Muslimin dengan mengatakan bahwa dalam waktu dekat mereka juga akan hancur, sebagaimana kehancuran bangsa Romawi yang menganut agama Nasrani. Lalu Ayat ini turun untuk menerangkan bahwa bangsa Romawi yang kalah itu, akan mengalahkan bangsa Persia dalam waktu yang tidak lama, hanya dalam beberapa tahun lagi.

Sejarah mencatat bahwa tahun 622 Masehi, yaitu setelah tujuh atau delapan tahun kekalahan bangsa Romawi dari bangsa Persia itu, peperangan antara kedua bangsa itu berkecamuk kembali untuk kedua kalinya.

Pada permulaan terjadinya peperangan itu telah tampak tanda-tanda kemenangan bangsa Romawi. Sekalipun demikian, ketika sampai kepada kaum musyrik Mekah berita peperangan itu, mereka masih mengharapkan kemenangan berada di pihak Persia.

Oleh karena itu, Ubay bin Khalaf ketika mengetahui Abu Bakar hijrah ke Medinah, ia minta agar putra Abu Bakar, yaitu ‘Abdurrahman, menjamin taruhan ayahnya, jika Persia menang. Hal ini diterima oleh ‘Abdurrahman.

Pada tahun 624 Masehi, terjadilah perang Uhud. Ketika Ubay bin Khalaf hendak pergi memerangi kaum Muslimin, ‘Abdurrahman melarangnya, kecuali jika putranya menjamin membayar taruhannya, jika bangsa Romawi menang. Maka Abdullah bin Ubay menerima untuk menjaminnya.

Jika melihat berita di atas, maka ada beberapa kemungkinan sebagai berikut: pertama, pada tahun 622 Masehi, perang antara Romawi dan Persia telah berakhir dengan kemenangan Romawi. Akan tetapi, karena hubungan yang sukar waktu itu, maka berita itu baru sampai ke Mekah setahun kemudian, sehingga Ubay minta jaminan waktu Abu Bakar hijrah, sebaliknya ‘Abdurrahman minta jaminan pada waktu Ubay akan pergi ke Perang Uhud. Kedua, peperangan itu berlangsung dari tahun 622-624 Masehi, dan berakhir dengan kemenangan bangsa Romawi.

Dari peristiwa di atas dapat dikemukakan beberapa hal dan pelajaran yang perlu direnungkan dan diamalkan.

Pertama: Ada hubungan antara kemusyrikan dan kekafiran terhadap dakwah dan iman kepada Allah. Sekalipun negara-negara dahulu belum mempunyai sistem komunikasi yang canggih dan bangsanya pun belum mempunyai hubungan yang kuat seperti sekarang ini, namun antar bangsa-bangsa itu telah mempunyai hubungan batin, yaitu antara bangsa-bangsa yang menganut agama yang bersumber dari Tuhan di satu pihak, dan bangsa-bangsa yang menganut agama yang tidak bersumber dari Tuhan pada pihak yang lain.

Orang-orang musyrik Mekah menganggap kemenangan bangsa Persia atas bangsa Romawi (Nasrani), sebagai kemenangan mereka juga karena sama-sama menganut politeisme. Sedangkan kaum Muslimin merasakan kekalahan bangsa Romawi yang beragama Nasrani sebagai kekalahan mereka pula, karena merasa agama mereka berasal dari sumber yang satu. Hal ini merupakan suatu faktor nyata yang perlu diperhatikan kaum Muslimin dalam menyusun taktik dan strategi dalam berdakwah.

Kedua: Kepercayaan yang mutlak kepada janji dan ketetapan Allah. Hal ini tampak pada ucapan-ucapan Abu Bakar yang penuh keyakinan tanpa ragu-ragu di waktu menetapkan jumlah taruhan dengan Ubay bin Khalaf. Harga unta seratus ekor sangat tinggi pada waktu itu, sehingga kalau tidak karena keyakinan akan kebenaran Ayat-Ayat Al-Qur’an yang ada di dalam hati Abu Bakar, tentu beliau tidak akan berani mengadakan taruhan sebanyak itu, apalagi jika dibaca sejarah bangsa Romawi pada waktu kekalahan itu dalam keadaan kocar-kacir.

Amat sukar diramalkan mereka sanggup mengalahkan bangsa Persia yang dalam keadaan kuat, hanya dalam tiga sampai sembilan tahun mendatang. Keyakinan yang kuat seperti keyakinan Abu Bakar itu merupakan keyakinan kaum Muslimin, yang tidak dapat digoyahkan oleh apa pun, sekalipun dalam bentuk siksaan, ujian, penderitaan, pemboikotan, dan sebagainya.

Baca Juga:  Surah Ar-Rum Ayat 17-19; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Hal ini merupakan modal utama bagi kaum Muslimin menghadapi jihad yang memerlukan waktu yang lama di masa yang akan datang. Jika kaum Muslimin mempunyai keyakinan dan berusaha seperti kaum Muslimin di masa Rasulullah, pasti pula Allah mendatangkan kemenangan kepada mereka.

Ketiga: Terjadinya suatu peristiwa adalah urusan Allah, tidak seorangpun yang dapat mencampurinya. Allah-lah yang menentukan segalanya sesuai dengan hikmah dan kebijaksanaan-Nya. Hal ini berarti bahwa kaum Muslimin harus mengembalikan segala urusan kepada Allah saja, baik dalam kejadian seperti di atas, maupun pada kejadian dan peristiwa yang merupakan keseimbangan antara situasi dan keadaan.

Kemenangan dan kekalahan, kemajuan dan kemunduran suatu bangsa, demikian pula kelemahan dan kekuatannya yang terjadi di bumi ini, semuanya kembali kepada Allah. Dia berbuat menurut kehendak-Nya. Semua yang terjadi bertitik tolak kepada kehendak Zat yang mutlak itu. Jadi berserah diri dan menerima semua yang telah ditentukan Allah adalah sifat yang harus dimiliki oleh seorang mukmin.

Hal ini bukanlah berarti bahwa usaha manusia tidak ada harganya sedikit pun, karena hal itu merupakan syarat berhasilnya suatu pekerjaan. Dalam suatu hadis diriwAyatkan bahwa seorang Arab Badui melepaskan untanya di muka pintu masjid Rasulullah, kemudian ia masuk ke dalamnya sambil berkata, “Aku bertawakal kepada Allah,” lalu Nabi bersabda:

Ikatlah unta itu sesudah itu baru engkau bertawakal. (RiwAyat at-Tirmidzi dari Anas bin Malik ) Berdasarkan hadis ini, seorang muslim disuruh berusaha sekuat tenaga, kemudian ia berserah diri kepada Allah tentang hasil usahanya itu.

Akhir Ayat ini menerangkan bahwa kaum Muslimin bergembira ketika mendengar berita kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia. Mereka bergembira karena:

  1. Mereka telah dapat membuktikan kepada kaum musyrik Mekah atas kebenaran berita-berita yang ada dalam Ayat Al-Qur’an.
  2. Kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia merupakan kemenangan agama Samawi atas agama ciptaan manusia.
  3. Kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia mengisyaratkan kemenangan kaum Muslimin atas orang-orang kafir Mekah dalam waktu yang tidak lama lagi.

Tafsir Quraish Shihab: Persia mengalahkan Romawi pada tempat terdekat dengan orang-orang Arab, yaitu perbatasan Syam. Setelah kekalahan ini, mereka akan mengalahkan Persia.

Surah Ar-Rum Ayat 4
فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ الْأَمْرُ مِن قَبْلُ وَمِن بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ

Terjemahan: dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman,

Tafsir Jalalain: فِي بِضْعِ سِنِينَ (Dalam beberapa tahun lagi) pengertian lafal bidh’u siniina adalah mulai dari tiga tahun sampai dengan sembilan atau sepuluh tahun. Kedua pasukan itu bertemu kembali pada tahun yang ketujuh sesudah pertempuran yang pertama tadi. Akhirnya dalam pertempuran ini pasukan Romawi berhasil mengalahkan pasukan kerajaan Persia.

لِلَّهِ الْأَمْرُ مِن قَبْلُ وَمِن بَعْدُ (Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudahnya) yakni sebelum bangsa Romawi menang dan sesudahnya. Maksudnya, pada permulaannya pasukan Persia dapat mengalahkan pasukan Romawi, kemudian pasukan Romawi menang atas mereka dengan kehendak Allah. وَيَوْمَئِذٍ (Dan di hari itu) yakni di hari kemenangan bangsa Romawi يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ (bergembiralah orang-orang yang beriman).

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: لِلَّهِ الْأَمْرُ مِن قَبْلُ وَمِن بَعْدُ (“Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah.”) yakni sebelum kemenangan dan sesudahnya. Kata qablu diberi harakat dlammah karena terputusnya mudhaf. وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ (“Dan pada hari [kemenangan bangsa Romawi] itu bergembiralah orang-orang yang beriman.”) yakni atas kemenangan bangsa Romawi, golongan Kaisar, yang menguasai Syam [Syria dan Yordan] terhadap bangsa Persia golongan Kisra, mereka itu adalah kaum majusi.

Dan kemenangan Romawi atas Persia itu terjadi bertepatan dengan waktu perang Badar, demikian menurut sekelompok besar ulama, seperti Ibnu ‘Abbas, at-Tirmidzi, Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, dan al-Bazzar, dari hadits al-A’masy, dari ‘Athiyyah, dari Abu Sa’id dia bercerita: “Pada saat terjadi perang Badar, bangsa Romawi mendapatkan kemenangan atas Persia, dan hal itu sempat mengagetkan orang-orang Mukmin, sehingga mereka pun bergembira.

Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan bahwa bangsa Romawi telah dikalahkan oleh bangsa Persia di negeri yang dekat dengan kota Mekah, yaitu negeri Syiria. Beberapa tahun kemudian setelah mereka dikalahkan, maka bangsa Romawi akan mengalahkan bangsa Persia sebagai balasan atas kekalahan itu.

Bangsa Romawi yang dimaksud dalam Ayat ini ialah Kerajaan Romawi Timur yang berpusat di Konstantinopel, bukan kerajaan Romawi Barat yang berpusat di Roma. Kerajaan Romawi Barat, jauh sebelum peristiwa yang diceritakan dalam Ayat ini terjadi, sudah hancur, yaitu pada tahun 476 Masehi. Bangsa Romawi beragama Nasrani (Ahli Kitab), sedang bangsa Persia beragama Majusi (musyrik).

Ayat ini merupakan sebagian dari Ayat-Ayat yang memberitakan hal-hal gaib yang menunjukkan kemukjizatan Al-Qur’an. Pada saat bangsa Romawi dikalahkan bangsa Persia, maka turunlah Ayat ini yang menerangkan bahwa pada saat ini bangsa Romawi dikalahkan, tetapi kekalahan itu tidak akan lama dideritanya.

Hanya dalam beberapa tahun saja, orang-orang Persia pasti dikalahkan oleh orang Romawi. Kekalahan bangsa Romawi ini terjadi sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Medinah. Mendengar berita ini, orang-orang musyrik Mekah bergembira, sedangkan orang-orang yang beriman dan Nabi bersedih hati.

Sebagaimana diketahui bahwa bangsa Persia beragama Majusi yang menyembah api, jadi mereka menyekutukan Tuhan. Orang-orang Mekah juga menyekutukan Tuhan dengan menyembah berhala. Oleh karena itu, mereka merasa agama mereka dekat dengan agama bangsa Persia, karena sama-sama mempersekutukan Tuhan.

Kaum Muslimin merasa agama mereka dekat dengan agama Nasrani, karena sama-sama menganut agama Samawi. Oleh karena itu, kaum musyrik Mekah bergembira atas kemenangan itu, sebagai kemenangan agama politeisme yang mempercayai “banyak Tuhan”, atas agama Samawi yang menganut agama tauhid. Sebaliknya kaum Muslimin waktu itu bersedih hati karena sikap menentang kaum musyrik Mekah semakin bertambah.

Mereka mencemooh kaum Muslimin dengan mengatakan bahwa dalam waktu dekat mereka juga akan hancur, sebagaimana kehancuran bangsa Romawi yang menganut agama Nasrani. Lalu Ayat ini turun untuk menerangkan bahwa bangsa Romawi yang kalah itu, akan mengalahkan bangsa Persia dalam waktu yang tidak lama, hanya dalam beberapa tahun lagi.

Sejarah mencatat bahwa tahun 622 Masehi, yaitu setelah tujuh atau delapan tahun kekalahan bangsa Romawi dari bangsa Persia itu, peperangan antara kedua bangsa itu berkecamuk kembali untuk kedua kalinya. Pada permulaan terjadinya peperangan itu telah tampak tanda-tanda kemenangan bangsa Romawi. Sekalipun demikian, ketika sampai kepada kaum musyrik Mekah berita peperangan itu, mereka masih mengharapkan kemenangan berada di pihak Persia.

Oleh karena itu, Ubay bin Khalaf ketika mengetahui Abu Bakar hijrah ke Medinah, ia minta agar putra Abu Bakar, yaitu ‘Abdurrahman, menjamin taruhan ayahnya, jika Persia menang. Hal ini diterima oleh ‘Abdurrahman.

Pada tahun 624 Masehi, terjadilah perang Uhud. Ketika Ubay bin Khalaf hendak pergi memerangi kaum Muslimin, ‘Abdurrahman melarangnya, kecuali jika putranya menjamin membayar taruhannya, jika bangsa Romawi menang. Maka Abdullah bin Ubay menerima untuk menjaminnya.

Jika melihat berita di atas, maka ada beberapa kemungkinan sebagai berikut: pertama, pada tahun 622 Masehi, perang antara Romawi dan Persia telah berakhir dengan kemenangan Romawi. Akan tetapi, karena hubungan yang sukar waktu itu, maka berita itu baru sampai ke Mekah setahun kemudian, sehingga Ubay minta jaminan waktu Abu Bakar hijrah, sebaliknya ‘Abdurrahman minta jaminan pada waktu Ubay akan pergi ke Perang Uhud. Kedua, peperangan itu berlangsung dari tahun 622-624 Masehi, dan berakhir dengan kemenangan bangsa Romawi.

Dari peristiwa di atas dapat dikemukakan beberapa hal dan pelajaran yang perlu direnungkan dan diamalkan.

Pertama: Ada hubungan antara kemusyrikan dan kekafiran terhadap dakwah dan iman kepada Allah. Sekalipun negara-negara dahulu belum mempunyai sistem komunikasi yang canggih dan bangsanya pun belum mempunyai hubungan yang kuat seperti sekarang ini, namun antar bangsa-bangsa itu telah mempunyai hubungan batin, yaitu antara bangsa-bangsa yang menganut agama yang bersumber dari Tuhan di satu pihak, dan bangsa-bangsa yang menganut agama yang tidak bersumber dari Tuhan pada pihak yang lain.

Orang-orang musyrik Mekah menganggap kemenangan bangsa Persia atas bangsa Romawi (Nasrani), sebagai kemenangan mereka juga karena sama-sama menganut politeisme. Sedangkan kaum Muslimin merasakan kekalahan bangsa Romawi yang beragama Nasrani sebagai kekalahan mereka pula, karena merasa agama mereka berasal dari sumber yang satu. Hal ini merupakan suatu faktor nyata yang perlu diperhatikan kaum Muslimin dalam menyusun taktik dan strategi dalam berdakwah.

Kedua: Kepercayaan yang mutlak kepada janji dan ketetapan Allah. Hal ini tampak pada ucapan-ucapan Abu Bakar yang penuh keyakinan tanpa ragu-ragu di waktu menetapkan jumlah taruhan dengan Ubay bin Khalaf. Harga unta seratus ekor sangat tinggi pada waktu itu, sehingga kalau tidak karena keyakinan akan kebenaran Ayat-Ayat Al-Qur’an yang ada di dalam hati Abu Bakar, tentu beliau tidak akan berani mengadakan taruhan sebanyak itu, apalagi jika dibaca sejarah bangsa Romawi pada waktu kekalahan itu dalam keadaan kocar-kacir.

Amat sukar diramalkan mereka sanggup mengalahkan bangsa Persia yang dalam keadaan kuat, hanya dalam tiga sampai sembilan tahun mendatang. Keyakinan yang kuat seperti keyakinan Abu Bakar itu merupakan keyakinan kaum Muslimin, yang tidak dapat digoyahkan oleh apa pun, sekalipun dalam bentuk siksaan, ujian, penderitaan, pemboikotan, dan sebagainya.

Hal ini merupakan modal utama bagi kaum Muslimin menghadapi jihad yang memerlukan waktu yang lama di masa yang akan datang. Jika kaum Muslimin mempunyai keyakinan dan berusaha seperti kaum Muslimin di masa Rasulullah, pasti pula Allah mendatangkan kemenangan kepada mereka.

Ketiga: Terjadinya suatu peristiwa adalah urusan Allah, tidak seorangpun yang dapat mencampurinya. Allah-lah yang menentukan segalanya sesuai dengan hikmah dan kebijaksanaan-Nya. Hal ini berarti bahwa kaum Muslimin harus mengembalikan segala urusan kepada Allah saja, baik dalam kejadian seperti di atas, maupun pada kejadian dan peristiwa yang merupakan keseimbangan antara situasi dan keadaan.

Kemenangan dan kekalahan, kemajuan dan kemunduran suatu bangsa, demikian pula kelemahan dan kekuatannya yang terjadi di bumi ini, semuanya kembali kepada Allah. Dia berbuat menurut kehendak-Nya. Semua yang terjadi bertitik tolak kepada kehendak Zat yang mutlak itu. Jadi berserah diri dan menerima semua yang telah ditentukan Allah adalah sifat yang harus dimiliki oleh seorang mukmin.

Hal ini bukanlah berarti bahwa usaha manusia tidak ada harganya sedikit pun, karena hal itu merupakan syarat berhasilnya suatu pekerjaan. Dalam suatu hadis diriwAyatkan bahwa seorang Arab Badui melepaskan untanya di muka pintu masjid Rasulullah, kemudian ia masuk ke dalamnya sambil berkata, “Aku bertawakal kepada Allah,” lalu Nabi bersabda:

Ikatlah unta itu sesudah itu baru engkau bertawakal. (RiwAyat at-Tirmidzi dari Anas bin Malik ) Berdasarkan hadis ini, seorang muslim disuruh berusaha sekuat tenaga, kemudian ia berserah diri kepada Allah tentang hasil usahanya itu.

Akhir Ayat ini menerangkan bahwa kaum Muslimin bergembira ketika mendengar berita kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia. Mereka bergembira karena:

  1. Mereka telah dapat membuktikan kepada kaum musyrik Mekah atas kebenaran berita-berita yang ada dalam Ayat Al-Qur’an.
  2. Kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia merupakan kemenangan agama Samawi atas agama ciptaan manusia.
  3. Kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia mengisyaratkan kemenangan kaum Muslimin atas orang-orang kafir Mekah dalam waktu yang tidak lama lagi.

Tafsir Quraish Shihab: Sebelum berlalu sembilan tahun, pada saat itu orang-orang musyrik telah bergembira dengan kemenangan Persia dan mengatakan kepada orang-orang muslim, “Kami akan mengalahkan kalian sebagaimana Persia mengalahkan Romawi, para Ahl al-Kitâb.” Allah mewujudkan janji-Nya, sehingga Romawi mendapatkan kemenangan atas Persia pada waktu yang telah ditentukan-Nya.

Hal ini adalah bukti yang jelas atas kebenaran Nabi Muhammad saw. dalam seruan dan dakwahnya. Segala urusan dan keputusan adalah milik Allah sebelum dan sesudahnya. Dan pada hari ketika orang-orang Romawi mendapatkan kemenangan atas Persia, orang-orang Mukmin bergembira berkt pertolongan Allah yang menguatkan siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dia Mahaunggul atas musuh-musuh-Nya dan Maha Penyayang terhadap wali-wali-Nya.

Surah Ar-Rum Ayat 5
بِنَصْرِ اللَّهِ يَنصُرُ مَن يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ

Terjemahan: Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang.

Tafsir Jalalain: بِنَصْرِ اللَّهِ (Karena pertolongan Allah) kepada mereka atas pasukan Persia; orang-orang Mukmin merasa gembira mendengar berita ini, dan mereka mengetahui berita ini melalui malaikat Jibril yang turun memberitahukannya ketika mereka sedang dalam perang Badar. Kegembiraan mereka menjadi bertambah setelah mereka mendapat kemenangan atas orang-orang musyrik di dalam perang Badar.

يَنصُرُ مَن يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ (Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa) Maha Menang (lagi Maha Penyayang) kepada orang-orang Mukmin.

Tafsir Ibnu Katsir: maka Allah pun menurunkan Ayat: بِنَصْرِ اللَّهِ يَنصُرُ مَن يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ (karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendakiNya. dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang”)

sedangkan ulama lain mengatakan: “Kemenangan bangsa Romawi atas Persia itu terjadi pada tahun Hudaibiyyah. Demikian yang dikemukakan oleh ‘Ikrimah, az-Zuhri, Qatadah dan lain-lain. Dan sebagian mereka mengarahkan pendapat tersebut bahwa sang Kaisar telah bernadzar, jika Allah memenangkannya dengan Kisra, maka dia akan berjalan dari Hamash sampai Iliya, yaitu Baitul Maqdis sebagai bentuk syukur kepada Allah, dan setelah itu terealisasi, maka diapun memenuhi nadzarnya.”

Baca Juga:  Surah Ar-Rum Ayat 26-27; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Setelah sampai di Baitul Maqdis, dia tidak keluar darinya sehingga ia menjawab surat Rasulullah saw. yang dikirimkan melalui Dahiyah bin Khalifah. Dhahiyah menyampaikan kepada pembesar Bashra, dan pembesar itu menyampaikannya kepada Kaisar.

Ketika surat itu sampai kepadanya ia pun menanyakan, siapakah dari bangsa Arab Hijaz yang berada di Syam [Palestia, Syiria dan Yordan) ? Kemudian didatangkan kepadanya Abu Sufyan Sakhr bin Harb al-Umawi dalam satu rombongan pembesar Quraisy, sedang mereka berada di Ghazzah. Ketika mereka sudah berada di hadapannya, Kaisar itu bertanya: “Siapakah di antara kalian yang paling dekat nasabnya dengan orang ini yang mengaku dirinya sebagai Nabi?” Maka Abu Sufyan menjawab: “Aku.” Lalu Kaisar berbicara kepada bawahannya dan mendudukkan mereka di belakang Abu Sufyan:

“Sesungguhnya aku ingin menanyakan hal orang yang mengaku Nabi ini kepada orang ini. Jika dia berdusta, maka dustakanlah dia!” Maka Abu Sufyan mengatakan: “Demi Allah, seandainya mereka tidak melarangku untuk berdusta, niscaya aku akan berdusta.”

Selanjutnya Heraclius menanyakan nasab dan sifatnya [Rasulullah saw.] diantara yang ditanyakan itu adalah: apakah dia itu suka menyalahi janji? Abu Sufyan berkata: “Tidak, selama kami bersama beliau, kami tidak pernah mengetahui beliau melakukan hal itu.”

Yang dimaksudkan hal ini adalah perdamaian yang terjadi antara Rasulullah saw. dengan orang-orang kafir dari kaum Quraisy pada tahun Hudaibiyyah untuk menghentikan peperangan di antara mereka selama sepuluh tahun. Lalu mereka menjadikan hal tersebut sebagai dalil yang menunjukkan kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia pada tahun Hudaibiyyah. Dan Kaisar memenuhi nadzarnya setelah Hudzaibiyyah berlangsung, wallaaHu a’lam.

Orang-orang yang berpendapat pada pendapat pertama harus menjawab hal ini, karena pada waktu itu negerinya sudah rusak berantakan, sehingga tidak memungkinkan memenuhi nadzarnya sampai ia memperbaiki apa yang harus diperbaiki dan mengembalikan negerinya. Kemudian setelah empat tahun kemenangannya, Kaisar memenuhi nadzarnya. wallaaHu a’lam.

Masalah ini sangat dekat dan mudah, hanya saja ketika Persia menang atas Romawi, maka hal tersebut membuat sedih orang-orang Mukmin. Mukmin pun bergembira, karena bangsa Romawi adalah ahlul kitab secara global, sehingga mereka lebih dekat dengan orang-orang Mukmin daripada orang-orang Majusi. Sebagaimana yang difirmankan Allah yang artinya:

“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. dan Sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata:

‘Sesungguhnya Kami ini orang Nasrani.’ yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena Sesungguhnya mereka tidak menymbongkan diri.

Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu Lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari Kitab-Kitab mereka sendiri); seraya berkata: ‘Ya Tuhan Kami, Kami telah beriman, Maka catatlah Kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad s.a.w.)’” (al-Maa-idah: 82-83)

Dan di dalam surah Ar-Rum ini Allah berfirman: وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ بِنَصْرِ اللَّهِ يَنصُرُ مَن يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ (“dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman. karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendakiNya. dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang”)

Ibnu Abi Hatim menceritakan, Abu Zar’ah memberitahu kami, Shafwan memberitahu kami, al-Walid memberitahu kami, Usaid al-Kilabi memberitahuku, dia bercerita, aku pernah mendengar al-A’la’ bin Zubair al-Kilabi menceritahkan tentang ayahnya, dia berkata:

“Aku menyaksikan kemenangan bangsa Persia atas bangsa Romawi, kemudian aku menyaksikan kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia, setelah itu aku menyaksikan kemenangan kaum Muslimin atas bangsa Persia dan bangsa Romawi. Semuanya itu berlangsung selama lima belas tahun.”

Firman Allah: وَهُوَ الْعَزِيزُ (“Dan Dia Mahaperkasa.”) dalam dukungan dan pemberian balas terhadap musuh-musuh-Nya. الرَّحِيمُ (“Maha penyayang”) terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman.

Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan bahwa Allah menolong dan memenangkan siapa yang dikehendaki-Nya, mengazab orang-orang yang seharusnya diazab dengan menghancurkannya. Allah juga menolong orang-orang yang menegakkan agama-Nya, dan melimpahkan rahmat kepada makhluk-Nya.

Allah tidak membiarkan orang yang kuat berlaku sesuka hatinya, sehingga menindas orang yang lemah. Namun demikian, Allah tidak segera mengazab manusia yang berbuat dosa itu. Dia berfirman:

Dan sekiranya Allah menghukum manusia disebabkan apa yang telah mereka perbuat, niscaya Dia tidak akan menyisakan satu pun makhluk bergerak yang bernyawa di bumi ini, tetapi Dia menangguhkan (hukuman)nya, sampai waktu yang sudah ditentukan. Nanti apabila ajal mereka tiba, maka Allah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. (Fathir/35: 45)

(6) Ayat ini menerangkan bahwa Allah telah menepati janji-Nya dengan memenangkan bangsa Romawi atas bangsa Persia. Allah sekali-kali tidak memungkiri janji-Nya yang berasal dari kehendak-Nya dan dari hikmah dan kebijaksanaan-Nya. Tidak seorang pun yang dapat mengubah dan menghalangi terlaksananya janji itu dan tidak ada suatu kejadian pun dalam alam ini, yang terlaksana di luar kehendak-Nya.

Pelaksanaan janji itu merupakan sunah-Nya yang tidak pernah berubah sedikit pun, kecuali jika Dia menghendaki. Akan tetapi, kebanyakan manusia tidak mengetahui hal ini karena mereka tidak memikirkannya. Atau mereka mengetahui kebenaran janji itu, tetapi karena pengaruh hawa nafsu, mereka seakan-akan tidak mempercayainya.

Maksud perkataan “kebanyakan manusia” dalam Ayat ini ialah kaum musyrik dan orang-orang sesat lainnya yang tidak percaya kepada sunatullah. Jumlah mereka lebih banyak dari orang mengetahuinya. Mereka tidak mau percaya kepada Ayat-Ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada mereka dan tidak percaya kepada sifat-sifat kesempurnaan dan kekuasaan Allah.

Tafsir Quraish Shihab: Sebelum berlalu sembilan tahun, pada saat itu orang-orang musyrik telah bergembira dengan kemenangan Persia dan mengatakan kepada orang-orang muslim, “Kami akan mengalahkan kalian sebagaimana Persia mengalahkan Romawi, para Ahl al-Kitâb.” Allah mewujudkan janji-Nya, sehingga Romawi mendapatkan kemenangan atas Persia pada waktu yang telah ditentukan-Nya.

Hal ini adalah bukti yang jelas atas kebenaran Nabi Muhammad saw. dalam seruan dan dakwahnya. Segala urusan dan keputusan adalah milik Allah sebelum dan sesudahnya. Dan pada hari ketika orang-orang Romawi mendapatkan kemenangan atas Persia, orang-orang Mukmin bergembira berkt pertolongan Allah yang menguatkan siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dia Mahaunggul atas musuh-musuh-Nya dan Maha Penyayang terhadap wali-wali-Nya.

Surah Ar-Rum Ayat 6
وَعْدَ اللَّهِ لَا يُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Terjemahan: (Sebagai) janji yang sebenarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Tafsir Jalalain: وَعْدَ اللَّهِ (Sebagai janji yang sebenar-benarnya dari Allah) lafal Ayat ini merupakan mashdar sebagai badal atau pengganti dari lafal berikut fi’ilnya; asalnya adalah wa’adahumullaahun-nashra; artinya Allah menjanjikan pertolongan kepada mereka لَا يُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ (Allah tidak akan menyalahi janji-Nya) yakni pertolongan itu وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ (tetapi kebanyakan manusia) orang-orang kafir Mekah لَا يَعْلَمُونَ (tidak mengetahui) janji-Nya yang akan menolong orang-orang beriman.

Tafsir Ibnu Katsir: وَعْدَ اللَّهِ لَا يُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ (“sebagai janji yang benar dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya.”) yakni apa yang Kami beritahukan kepadamu ini hai Muhammad, bahwa Aku akan memenangkan bangsa Romawi atas bangsa Persia. Dan janji Allah ini adalah haq dan pasti, sekaligus sebagai berita yang meyakinkan, yang Dia tidak akan menyalahinya.

Sudah pasti janji itu akan terjadi, sebab Allah telah memberlakukan sunnah-Nya, bahwa Dia akan memenangkan kelompok yang lebih dekat menyediakan akhir yang baik baginya.

وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (“Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”) yakni tidak mengetahui hukum Allah yang berlaku pada makhluk-Nya, dan perbuatan-Nya yang berlangsung sesuai dengan prinsip keadilan.

Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan bahwa Allah menolong dan memenangkan siapa yang dikehendaki-Nya, mengazab orang-orang yang seharusnya diazab dengan menghancurkannya. Allah juga menolong orang-orang yang menegakkan agama-Nya, dan melimpahkan rahmat kepada makhluk-Nya.

Allah tidak membiarkan orang yang kuat berlaku sesuka hatinya, sehingga menindas orang yang lemah. Namun demikian, Allah tidak segera mengazab manusia yang berbuat dosa itu. Dia berfirman:

Dan sekiranya Allah menghukum manusia disebabkan apa yang telah mereka perbuat, niscaya Dia tidak akan menyisakan satu pun makhluk bergerak yang bernyawa di bumi ini, tetapi Dia menangguhkan (hukuman)nya, sampai waktu yang sudah ditentukan. Nanti apabila ajal mereka tiba, maka Allah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. (Fathir/35: 45).

Tafsir Quraish Shihab: Allah menjanjikan kepada orang-orang Mukmin dengan janji yang benar. Dia tidak akan mengingkari janji-Nya, tetapi orang-orang yang membangkang tidak akan dapat mengetahui segala urusan dengan benar.

Surah Ar-Rum Ayat 7
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِّنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ

Terjemahan: Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.

Tafsir Jalalain: يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِّنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا (Mereka hanya mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia) maksudnya urusan penghidupan dunia seperti berdagang, bercocok tanam, membangun rumah, bertanam dan kesibukan-kesibukan duniawi lainnya.

وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ (Sedangkan mereka terhadap kehidupan akhirat adalah lalai) diulanginya lafal hum mengandung makna taukid atau untuk mengukuhkan makna kelalaian mereka.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِّنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ (“Mereka hanya mengetahui yang lahir [saja] dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang [kehidupan] akhirat adalah lalai.”) Maksudnya kebanyakan manusia, mereka tidak mempunyai pengetahuan kecuali tentang dunia dan pergulatan serta kesibukannya, juga segala yang ada di dalamnya, dan mereka cukup cerdas untuk mencapai dan menggeluti kesibukannya, tetapi mereka lalai terhadap urusan agama dan berbagai hal yang yang bermanfaat bagi mereka di alam akhirat, seakan-akan seseorang dari mereka lalai, tidak berakal dan tidak pula memiliki pemikiran.

Al-Hasan al-Bashri mengatakan: “Demi Allah, seseorang dari mereka akan berhasil menggapai dunia, dimana dia bisa membalikkan dirham di atas kukunya, lalu dia memberitahu anda dengan beratnya, tetapi dia tidak baik dalam mengerjakan shalat.”

Mengenai firman-Nya ini, Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Yakni, orang-orang kafir mengetahui cara membangun dunia, tetapi mengenai urusan agama, mereka benar-benar bodoh.”

Tafsir Kemenag: Ayat ini merupakan penegasan sifat-sifat orang kafir di atas, yaitu mereka yang tidak mengetahui hukum-hukum alam dan hubungan yang kuat antara satu hukum dengan hukum yang lain. Mereka hanya memandang persoalan hidup ini secara pragmatis, yakni menurut kegunaan dan manfaat yang lahir saja.

Mereka mengetahui tentang hidup ini hanya pada yang tampak saja, seperti bercocok tanam, berdagang, bekerja, dan yang ber-hubungan dengan urusan dunia. Ilmu mereka itu pun tidak sampai kepada inti persoalan, sehingga mereka tertipu dengan ilmunya itu.

Karena tidak menghAyati dan mengetahui ilmu yang hakiki, maka orang yang musyrik, orang-orang sesat, dan pendusta itu lalai akan kehidupan akhirat dan kehidupan yang sebenarnya. Kelalaian mereka mempersiapkan diri untuk menghadapi hari akhirat menyebabkan mereka tidak dapat lagi menilai sesuatu dengan benar, baik terhadap keinginan mereka, maupun terhadap kejadian dan peristiwa yang mereka alami.

Adanya perhatian terhadap hari perhitungan di akhirat dalam hati manusia, akan mengubah pandangan dan penilaiannya terhadap segala sesuatu yang terjadi di dunia ini. Mereka yakin bahwa hidup di dunia ini merupakan sebuah perjalanan singkat dari perjalanan hidup yang panjang. Akan tetapi, perjalanan yang pendek ini sangat menentukan kehidupan yang panjang nanti di akhirat. Apakah manusia mau merusak kehidupan yang panjang di akhirat dengan merusak kehidupan yang pendek di dunia ini?

Sehubungan dengan hal itu, manusia yang percaya kepada adanya kehidupan akhirat dengan perhitungan yang tepat dan kritis, sukar mencari titik temu dengan orang yang hanya hidup untuk dunia ini saja. Antara satu dengan yang lain akan terdapat perbedaan dalam menilai suatu persoalan. Masing-masing mempunyai pertimbangan dan kacamata sendiri dalam melihat benda-benda alam, situasi dan peristiwa yang sedang dihadapi, persoalan mati dan hidup, masa lampau dan masa sekarang, alam manusia dan alam binatang, hal yang gaib dan yang nyata, lahir dan batin, dan sebagainya.

Tafsir Quraish Shihab: Mereka hanya mengetahui segala urusan dan cara untuk membangun kehidupan dunia serta bagaimana menikmati keindahannya. Sedangkan tentang bekal untuk akhirat, mereka sangat bodoh dan lalai.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Ar-Rum Ayat 1-7 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S