Surah Asy-Syura Ayat 23-24; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Asy-Syura Ayat 23-24

Pecihitam.org – Kandungan Surah Asy-Syura Ayat 23-24 ini, menerangkan bahwa apa yang telah diberitakan mengenai pemberian karunia dan kesenangan serta kemuliaan di akhirat bagi hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh adalah satu berita gembira yang disampaikan di dunia agar jelas bagi mereka bahwa hal ini pasti menjadi kenyataan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Selanjutnya Allah memerintahkan Muhammad saw menyampaikan kepada kaumnya bahwa di dalam menjalankan tugas menyeru dan menyampaikan agama yang benar, ia tidak meminta balasan apa pun, tetapi ia hanya mengharapkan kasih sayang kaum Muslimin terhadap dirinya, kerabatnya dan kaum Muslimin lainnya.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Asy-Syura Ayat 23-24

Surah Asy-Syura Ayat 23
ذَٰلِكَ ٱلَّذِى يُبَشِّرُ ٱللَّهُ عِبَادَهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ قُل لَّآ أَسۡـَٔلُكُمۡ عَلَيۡهِ أَجۡرًا إِلَّا ٱلۡمَوَدَّةَ فِى ٱلۡقُرۡبَىٰ وَمَن يَقۡتَرِفۡ حَسَنَةً نَّزِدۡ لَهُۥ فِيهَا حُسۡنًا إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ

Terjemahan: Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan”. Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.

Tafsir Jalalain: ذَٰلِكَ ٱلَّذِى يُبَشِّرُ ٱللَّهُ (Itulah karunia yang dengan itu Allah menggembirakan) berasal dari lafal Al-Bisyarah عِبَادَهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ قُل لَّآ أَسۡـَٔلُكُمۡ عَلَيۡهِ (hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah, “Aku tidak meminta kepada kalian atas seruanku ini) atas penyampaian risalah ini إِلَّا ٱلۡمَوَدَّةَ فِى ٱلۡقُرۡبَىٰ (sesuatu upah pun kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan) Istitsna di sini bersifat Munqathi’ maksudnya, tetapi aku meminta kepada kalian hendaknya kalian mencintai kekerabatan denganku yang memang pada kenyataannya telah ada hubungan kerabat antara kalian dan aku. Karena sesungguhnya bagi Nabi saw. mempunyai hubungan kekerabatan dengan setiap puak yang berakar dari kabilah Quraisy.

وَمَن يَقۡتَرِفۡ حَسَنَةً (Dan siapa yang mengerjakan kebaikan) yakni ketaatan نَّزِدۡ لَهُۥ فِيهَا حُسۡنًا (akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu) yaitu dengan melipatgandakan pahala kebaikannya.

إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ (Sesungguhnya Allah Maha Pengampun) terhadap dosa-dosa شَكُورٌ (lagi Maha Mensyukuri) bagi orang yang sedikit beramal kebaikan, karenanya Dia melipatgandakan pahalanya.

Tafsir Ibnu Katsir: Setelah selesai menyebutkan taman-taman surga bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal shalih, Allah berfirman: ذَٰلِكَ ٱلَّذِى يُبَشِّرُ ٱللَّهُ عِبَادَهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ (“Itulah [karunia] yang [dengan itu] Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal shalih.”) yakni, hal itu pasti akan terjadi untuk mereka sebagai kabar gembira dari Allah Ta’ala.

Firman Allah: قُل لَّآ أَسۡـَٔلُكُمۡ عَلَيۡهِ أَجۡرًا إِلَّا ٱلۡمَوَدَّةَ فِى ٱلۡقُرۡبَىٰ (“Katakanlah: ‘Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.”) yaitu katakanlah hai Muhammad, kepada orang-orang musyrik kafir Quraisy:

“Aku tidak meminta kepada kalian atas penyampaian dan nasehat yang aku berikan suatu upah berupa harta benda yang dapat kalian berikan. Aku hanya meminta kalian untuk menahan keburukan kalian dariku dan membiarkan aku menyampaikan risalah Rabb-ku. Jika kalian tidak mau membantuku, maka janganlah kalian menyakitiku, karena kekerabatan yang ada antara aku dan kalian.”

Al-Bukhari meriwAyatkan dari Ibnu Abbas, bahwa beliau ditanya tentang firman Allah Ta’ala: إِلَّا ٱلۡمَوَدَّةَ فِى ٱلۡقُرۡبَىٰ (“kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan”) lalu Sa’id bin Jubair menjawab: “Kekeluargaan adalah keluarga Muhammad.” Maka, Ibnu Abbas berkata:

“Engkau terlalu tergesa-gesa. Sesungguhnya Nabi saw., tidak ada kabilah dari Quraisy, melainkan beliau memiliki kekerabatan dengan mereka.” Maka beliau mengatakan: “Artinya, kecuali kalian menjalin kekerabatan antara aku dan kalian.” (al-Bukhari meriwayatkannya sendirian. Dan Imam Ahmad meriwayatkannya dari Yahya al-Qaththan, dari Syu’bah.

Demikian yang diriwayatkan oleh ‘Amir asy-Sya’bi, adl-Dlahhak, ‘Ali bin Abi Thalhah, al-‘Aufi, Yusuf bin Mihran dan lain-lain, dari Ibnu ‘Abbas. Pendapat itu pula yang dikemukakan oleh Mujahid, ‘Ikrimah, Qatadah, as-Suddi, Abu Malik, ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan lain-lain).

Imam Ahmad meriwAyatkan dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Aku tidak meminta kepada kalian atas penjelasan dan hidayah yang aku sampaikan, kecuali saling mencintai Allah Ta’ala dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan mentaati-Nya.

Baca Juga:  Surah Asy-Syura Ayat 29-31; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Demikian pula yang diriwAyatkan oleh Qatadah dari al-Hasan al-Bashri. Seakan-akan ini menjadi pendapat kedua tentang tafsir Ayat ini, dimana seolah-olah dia berkata: “Kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan, yaitu, kecuali kalian mengamalkan ketaatan dan dapat mendekatkan diri kalian di sisi Allah.”

Sedangkan pendapat ketiga adalah apa yang diriwAyatkan oleh al-Bukhari dan lain-lain, salahsatu riwayat dari Sa’id bin Jubair, bahwa dia mengatakan: “Kecuali kalian saling kasih mengasihi dalam kekerabatanku.” Yaitu kalian berbuat baik dan berbakti kepada mereka.

Tafsir yang benar adalah tafsir yang dikemukakan oleh seorang ulama umat dan penerjemah al-Qur’an, yaitu Ibnu ‘Abbas, sebagaimana yang diriwAyatkan oleh al-Bukhari.

Kita tidak mengingkari berbuat baik kepada ahlul Bait, serta memerintahkan bersikap hormat dan memuliakan mereka, karena mereka adalah keturunan suci dari rumah tersuci yang ada di muka bumi, baik keagungan kehormatan maupun keturunan. Apalagi jika mereka mengikuti sunnah Nabawiyyah yang shahih, tega dan jelas, sebagaimana yang ada pada pendahulu mereka, seperti al-‘Abbas dan anak-anaknya, serta ‘Ali, Ahlul Bait dan keturunannya. Semoga Allah meridlai mereka semuanya.

Tercantum dalam hadits shahih, bahwa Rasulullah saw. bersabda dalam khutbahnya di Ghadirkhum: “Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian dua hal berharga; Kitabullah dan keluargaku. Sesungguhnya keduanya tidak akan terpisah hingga keduanya mendatangi [menuju] haudh [telaga].”

Imam Ahmad meriwayatkan bahwa al-‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib berkata: Aku berkata: “Ya Rasulallah, sesungguhnya orang Quraisy, jika saling berjumpa satu dengan yang lainnya, mereka saling menebar kegembiraan. Dan jika mereka berjumpa dengan kita, seakan berjumpa dengan seseorang yang tidak mereka kenal.”

Nabi sangat murka dan bersabda: “Demi Rabb yang jiwaku ada di tangan-Nya, iman itu tidak akan masuk ke dalam hati seseorang hingga ia mencintai kalian karena Allah dan Rasul-Nya.”

Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa Abu Bakar berkata: “Perhatikanlah Muhammad saw. pada Ahlu Baitnya.”

Di dalam hadits shahih, bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq berkata kepada Ali: “Demi Allah, sesungguhnya kerabat Rasulullah saw. lebih aku cintai daripada aku sambung kerabatku.”

Umar bin al-Khaththab berkata kepada al-‘Abbas: “Demi Allah, keislamanmu pada hari engkau masuk Islam lebih aku cintai daripada keislaman al-Khaththab tatkala dia masuk Islam. Karena kislamanmu lebih dicintai Rasulullah daripada keislaman al-Khaththab.”

Sikap dua tokoh shahabat itu wajib kita lakukan. Karena itulah, kedua tokoh ini menjadi manusia paling utama setelah para Nabi dan Rasul-Nya, semoga Allah meridlai keduanya dan seluruh shahabat.

Imam Ahmad meriwAyatkan, Isma’il bin Ibrahim bercerita kepadaku, dari Abu Hayyan at-Taimi, bahwa Yazid bin Hayyan berkata: Aku, Husain bin Maisarah dan Umar bin Muslim berangkat menuju Zaid bin Arqam. Ketika kami duduk, Hushain berkata:

“Hai Zaid, engkau telah mendapatkan banyak kebaikan. Engkau melihat Rasulullah saw., mendengarkan haditsnya, ikut berperang dan shalat bersamanya. Hai Zaid, engkau telah melihat banyak kebaikan, maka ceritakanlah kepada kami apa yang engkau dengar dari Rasulullah saw.” Lalu dia berkata:

“Hai anak saudaraku, umurku telah lanjut, masaku telah berlalu dan aku telah lupa dengan sebagian yang aku hafal dari Rasulullah saw. Maka apa saja yang aku ceritakan kepdamu, terimalah. Dan apa saja yang tidak kuceritakan, jangan kalian bebankan diriku dengannya.” Kemudian dia berkata:

“Pada suatu hari Rasulullah saw. berdiri menyampaikan khutbah di sebuah kolam yang disebut Khumm, antara Makkah dan madinah. Beliau memuji dan mengagungkan Allah, mengingatkan dan memberi nasehat. Kemudian Rasulullah bersabda: ‘Adapun setelah itu hai sekalian manusia, aku hanyalah manusia biasa yang sebentar lagi akan didatangi oleh utusan Rabb-ku [malaikat], lalu aku memperkenankannya.

Dan sesungguhnya aku tinggalkan bagi kalian dua perkara penting: pertama Kitabullah yang mengandung hidayah dan cahaya. Maka, ambillah dan berpegang teguhlah dengan kitabullah.”

Beliau menganjurkan dan mengajak kepada kitabullah. Beliau melanjutkan: “Dan ahlu Baitku. Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlu Baitku dan aku ingatkan kepada Allah tentang Ahlu Baitku.”
Husain bertanya kepadanya:

Baca Juga:  Surah An Nisa Ayat 37; Seri Tadabbur Al Qur'an

“Siapakah Ahlu Bait beliau, wahai Zaid? Bukankah istri-istri beliau termasuk ahlu Baitnya?” Dia menjawab: “Istri-istri beliau tidak termasuk Ahlu Baitnya. Akan tetapi Ahlu Baitnya adalah orang yang haram mendapatkan shadaqah setelahnya.” Husain bertanya:

“Siapakah mereka?” Zaid menjawab: “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Uqail, keluarga Ja’far dan keluarga al-‘Abbas.” Husain bertanya kembali: “Apakah kepada mereka semua diharamkan harta shadaqah?” Zaid menjawab: “Ya.” (demikianlah diriwAyatkan oleh Muslim dan an-Nasa-i dari berbagai jalan melalui Yazid bin Hayyan).

Penulis tafsir ini telah menyampaikan pula hadits-hadits lain dalam firman Allah: “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa darimu, hai Ahlu Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (al-Ahzab: 33) yang tidak perlu lagi diulang disini.

Firman Allah: وَمَن يَقۡتَرِفۡ حَسَنَةً نَّزِدۡ لَهُۥ فِيهَا حُسۡنًا (“dan siapa yang mengerjakan kebaikan, Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu.”) yaitu barangsiapa yang melakukan kebaikan, Kami akan tambahkan baginya kebaikan, yakni sebagai balasan dan pahalanya. Sebagian ulama salaf berkata: “Sesungguhnya di antara pahala kebaikan adalah satu kebaikan setelahnya. Dan di antara balasan keburukan adalah satu keburukan setelahnya.”

Firman Allah: إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ (“Sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahamensyukuri.”) yaitu Dia mengampuni banyak kesalahan dan mengampuni [kesalahan] serta melipatgandakan dan mensyukuri [kebaikan].

Tafsir Kemenag: Dalam Ayat ini Allah menerangkan bahwa apa yang telah diberitakan mengenai pemberian karunia dan kesenangan serta kemuliaan di akhirat bagi hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh adalah satu berita gembira yang disampaikan di dunia agar jelas bagi mereka bahwa hal ini pasti menjadi kenyataan.

Selanjutnya Allah memerintahkan Muhammad saw menyampaikan kepada kaumnya bahwa di dalam menjalankan tugas menyeru dan menyampaikan agama yang benar, ia tidak meminta balasan apa pun, tetapi ia hanya mengharapkan kasih sayang kaum Muslimin terhadap dirinya, kerabatnya dan kaum Muslimin lainnya.

Barang siapa berbuat baik, taat, dan patuh kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melipatgandakan kebaikan kepadanya. Satu kebaikan dibalas sekurang-kurangnya dengan sepuluh kebaikan, sampai tujuh ratus kebaikan bahkan lebih banyak lagi, sebagai rahmat dan karunia dari Allah, sebagaimana firman Allah:

Sungguh, Allah tidak akan menzalimi seseorang walaupun sebesar dharrah, dan jika ada kebajikan (sekecil dharrah), niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan pahala yang besar dari sisi-Nya. (an-Nisa’/4: 40)

Firman Allah: Barang siapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya.(al-An’am/6: 160)

Allah berfirman: Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui. (al-Baqarah/2: 261)

Selanjutnya Ayat 23 ini ditutup dengan satu penjelasan bahwa Allah mengampuni kesalahan hamba-Nya bagaimana pun banyaknya dan melipatgandakan pahala amal kebaikan meskipun sedikit, karena Dia adalah Tuhan Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.

Tafsir Quraish Shihab: Karunia besar itu sendiri adalah sesuatu yang dijanjikan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan taat. Katakan, wahai Rasul, “Aku tidak mengharapkan imbalan dari penyampaian misi suci ini kecuali agar kalian mencintai Allah dan Rasul-Nya pada saat mendekatkan diri kepada-Nya dengan melakukan perbuatan baik.”

Barangsiapa yang benar-benar taat, Allah pasti akan melipatgandakan pahalanya. Allah benar-benar luas ampunan-Nya kepada orang-orang yang berdosa, dan Maha Berterimakasih atas perbuatan baik hamba-hamba-Nya.

Surah Asy-Syura Ayat 24
أَمۡ يَقُولُونَ ٱفۡتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًا فَإِن يَشَإِ ٱللَّهُ يَخۡتِمۡ عَلَىٰ قَلۡبِكَ وَيَمۡحُ ٱللَّهُ ٱلۡبَٰطِلَ وَيُحِقُّ ٱلۡحَقَّ بِكَلِمَٰتِهِۦٓ إِنَّهُۥ عَلِيمٌۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ

Tejremahan: Bahkan mereka mengatakan: “Dia (Muhammad) telah mengada-adakan dusta terhadap Allah”. Maka jika Allah menghendaki niscaya Dia mengunci mati hatimu; dan Allah menghapuskan yang batil dan membenarkan yang hak dengan kalimat-kalimat-Nya (Al Quran). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati.

Baca Juga:  Surah Yunus Ayat 84-86; Terjemahan dan Tafsir Al Qur'an

Tafsir Jalalain: أَمۡ (Bahkan) tetapi يَقُولُونَ ٱفۡتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًا (mereka mengatakan, “Dia telah mengada-adakan dusta terhadap Allah”) yaitu dengan menisbatkan Alquran, bahwasanya diturunkan dari sisi Allah. فَإِن يَشَإِ ٱللَّهُ يَخۡتِمۡ (Maka jika Allah menghendaki niscaya Dia mengunci mati) maksudnya, mengikat عَلَىٰ قَلۡبِكَ (hatimu) dengan kesabaran, sehingga kamu sabar di dalam menghadapi perlakuan mereka yang menyakitkan melalui perkataan dan perbuatan-perbuatan lainnya; memang Allah swt. telah melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya itu.

وَيَمۡحُ ٱللَّهُ ٱلۡبَٰطِلَ (dan Allah menghapuskan yang batil) yakni perkara yang telah mereka katakan itu وَيُحِقُّ ٱلۡحَقَّ (dan membenarkan yang hak) menetapkannya بِكَلِمَٰتِهِۦٓ (dengan kalimat-kalimat-Nya) yang diturunkan kepada Nabi-Nya. إِنَّهُۥ عَلِيمٌۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ (Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati) mengetahui apa yang terkandung di dalam kalbu.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: أَمۡ يَقُولُونَ ٱفۡتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًا فَإِن يَشَإِ ٱللَّهُ يَخۡتِمۡ عَلَىٰ قَلۡبِكَ (“Bahkan mereka mengatakan: ‘Dia [Muhammad] telah mengada-adakan dusta terhadap Allah.’ Maka jika Allah menghendaki, niscaya Dia mengunci mati hatimu.”) maksudnya, seandainya engkau membuat kedustaan terhadap Allah, sebagaimana yang dikira oleh orang-orang jahil itu. يَخۡتِمۡ عَلَىٰ قَلۡبِكَ (“Niscaya Dia mengunci mati hatimu.”) yaitu menutup rapat hatimu dan menghapuskan apa yang engkau peroleh dari al-Qur’an.

Firman Allah: وَيَمۡحُ ٱللَّهُ ٱلۡبَٰطِلَ bukan di-‘athaf [dihubung]kan dengan firman-Nya: yakhtim, sehingga menjadi dijazmkan, akan tetapi dia dirafa’kan sebagai mubtada’. Itulah yang dikatakan oleh Ibnu Jarir. Dia berkata: “wawu dibuang dalam penulisannya di mush-haf imam [induk], sebagaimana dibuang pula dalam firman-Nya: sanad’uz zabaaniyata bilkhairi; dan firman Allah: wa yad’ul insaanu bisysyarri du-‘aa-uHu.

Firman Allah: وَيُحِقُّ ٱلۡحَقَّ بِكَلِمَٰتِهِۦٓ (“Dan membenarkan yang haq dengan kalimat-kalimat-Nya.”) di-‘athafkan atas: وَيَمۡحُ ٱللَّهُ ٱلۡبَٰطِلَ وَيُحِقُّ ٱلۡحَقَّ yaitu: menjelaskan, menetapkan, dan menegaskan yang haq dengan kalimat-kalimat-Nya, yaitu hujjah dan bukti-bukti-Nya.

إِنَّهُۥ عَلِيمٌۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ (“Sesungguhnya Dia Mahamengetahui segala isi hati.”) yaitu sesuatu yang disembunyikan dalam dada dan disimpan dalam rahasia.

Tafsir Kemenag: Dalam Ayat ini Allah menolak tuduhan kaum musyrik Mekah bahwa Muhammad saw itu mengada-adakan dusta terhadap Allah. Ini adalah perbuatan yang amat buruk. Seandainya Allah menghendaki, tentu Dia dapat mengunci mati hatimu karena perbuatan semacam itu, tidak dilakukan kecuali oleh orang musyrikin.

Tetapi sunah Allah telah berlaku dan akan terus berlaku bahwa Dia selalu menghancurkan dan menghapuskan yang batil serta menguatkan yang hak dan menanamkan hakikat yang hak itu di kalangan manusia sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan-Nya. Itulah sebabnya agama yang dibawa oleh Muhammad saw hari demi hari makin bertambah kuat dan mantap, makin tersebar luas, serta semakin bertambah banyak penganutnya.

Allah Maha Mengetahui semua yang tersimpan dalam hati, tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya, maka segala sesuatu terjadi berdasarkan ilmu Allah yang amat luas, meliputi segala sesuatu. Oleh sebab itu tuduhan mereka terhadap Nabi Muhammad yang dianggap telah mengada-adakan kebohongan tentang Allah diketahui oleh-Nya dan telah dibuktikan ketidakbenarannya dalam Ayat ini.

Tafsir Quraish Shihab: Apakah orang-orang kafir itu mengatakan, “Muhammad telah membuat kebohongan tentang Allah.” Jika Allah menghendaki, niscaya Dia akan menguatkan hatimu hingga menjadi tabah menghadapi kejahatan dan tuduhan mereka bahwa kamu telah membuat kebohongan kepada Allah. Lalu Dia juga akan menghapuskan kesyirikan dan mengokohkan Islam dengan wahyu yang diturunkan kepada Muhammad saw. Allah benar- benar mengetahui segala yang tersembunyi dalam hati kalian.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Asy-Syura Ayat 23-24 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S