Pecihitam.org – Kandungan Surah At-Thalaq Ayat 2-3 ini, menerangkan bahwa apabila masa idah istri hampir habis dan suami masih ingin berkumpul kembali, ia boleh rujuk kepada istrinya dan tinggal bersama secara baik sebagai suami-istri, melaksanakan kewajibannya, memberi belanja, pakaian, tempat tinggal, dan lainnya.
Akan tetapi, kalau suami tetap tidak akan rujuk kepada istri, maka ia boleh melepaskannya secara baik pula tanpa ada ketegangan terjadi, menyempurnakan maharnya, memberi mut’ah sebagai imbalan dan terima kasih atas kebaikan istrinya selama ia hidup bersama dan lain-lain yang menghibur hatinya.
Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah At-Thalaq Ayat 2-3
Surah At-Thalaq Ayat 2
فَإِذَا بَلَغۡنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمۡسِكُوهُنَّ بِمَعۡرُوفٍ أَوۡ فَارِقُوهُنَّ بِمَعۡرُوفٍ وَأَشۡهِدُواْ ذَوَىۡ عَدۡلٍ مِّنكُمۡ وَأَقِيمُواْ ٱلشَّهَٰدَةَ لِلَّهِ ذَٰلِكُمۡ يُوعَظُ بِهِۦ مَن كَانَ يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡءَاخِرِ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجًا
Terjemahan: Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah.
Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.
Tafsir Jalalain: فَإِذَا بَلَغۡنَ أَجَلَهُنَّ (Apabila mereka telah mendekati akhir idahnya) atau masa idah mereka hampir habis فَأَمۡسِكُوهُنَّ (maka tahanlah mereka) seumpamanya kalian rujuk dengan mereka بِمَعۡرُوفٍ (dengan baik) artinya tidak memudaratkan kepada mereka أَوۡ فَارِقُوهُنَّ بِمَعۡرُوفٍ (atau lepaskanlah mereka dengan baik) biarkanlah mereka menyelesaikan idahnya dan janganlah kamu menjatuhkan kemudaratan terhadap mereka melalui rujuk.
وَأَشۡهِدُواْ ذَوَىۡ عَدۡلٍ مِّنكُمۡ (dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kalian) dalam masalah rujuk atau talak ini وَأَقِيمُواْ ٱلشَّهَٰدَةَ لِلَّهِ (dan hendaklah kalian tegakkan kesaksian itu karena Allah) bukan karena demi rang yang dipersaksikan atau bukan karena demi rujuk atau talaknya.
ذَٰلِكُمۡ يُوعَظُ بِهِۦ مَن كَانَ يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡءَاخِرِ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجًا (Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar) dari malapetaka di dunia dan di akhirat.
Tafsir Ibnu Katsir: Allah berfirman, oleh karena itu jika wanita-wanita yang menjalani ‘iddah itu telah mencapai batas waktu ‘iddah, yakni telah sampai di penghujung masa ‘iddah dan sudah mendekatinya, tetapi masa ‘iddah belum habis secara keseluruhan, maka pada saat itu bisa saja suaminya bertekad untuk mempertahankannya, yaitu merujuknya kembali dalam lembaga pernikahan dan melanjutkan kewajibannya ketika bersama-sama dengannya, atau bisa saja suami itu tetap bertekad akan menceraikannya dengan cara yang baik, yaitu dengan tidak dicerca, tidak dicela, dan tidak dikasari, namun harus menceraikannya dengan cara yang baik dan bagus.
وَأَشۡهِدُواْ ذَوَىۡ عَدۡلٍ مِّنكُمۡ (“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu.”) maksudnya untuk merujuknya kembali jika kalian bertekad untuk melakukannya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah dari ‘Imran bin al-Hushain, bahwasannya dia pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang menceraikan istrinya, lalu dia mencampurinya dan tidak ada orang yang menjadi saksi perceraian dan merujuknya, maka dia menjawab:
“Dia diceraikan dan dirujuk tidak berdasarkan sunnah. Persaksikanlah perceraian dan rujuknya, dan jangan engkau ulangi.”
Mengenai firman Allah: وَأَشۡهِدُواْ ذَوَىۡ عَدۡلٍ مِّنكُمۡ (“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu.”) Ibnu Jarir menceritakan: “Tidak dibenarkan pernikahan, perceraian, dan rujuk melainkan dihadiri oleh dua orang saksi yang adil, sebagaimana yang difirmankan Allah swt. kecuali karena adanya asalan yang dibenarkan.”
Firman Allah: ذَٰلِكُمۡ يُوعَظُ بِهِۦ مَن كَانَ يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡءَاخِرِ (“Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir.”) maksudnya, inilah yang Kami perintahkan kepada kalian, yaitu berupa penghadiran saksi dan penegakan kesaksian. Dan hanya orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir lah yang menerapkan hal tersebut serta orang yang takut terhadap hukuman Allah dan alam akhirat.
Dan hal tersebut di atas, Imam asy-Syafi’i menegaskan dalam salah satu fatwanya tentang kewajiban menghadirkan saksi ketika hendak rujuk, sebagaimana beliau juga mewjibkannya ketika hendak memulai pernikahan.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh sekelompok ulama. Dan ulama yang berpendapat demikian mengatakan: “Sesungguhnya rujuk tidak sah kecuali dalam bentuk ucapan agar dapat disaksikan oleh saksi.”
Tafsir Kemenag: Dalam ayat-ayat ini, Allah menerangkan bahwa apabila masa idah istri hampir habis dan suami masih ingin berkumpul kembali, ia boleh rujuk kepada istrinya dan tinggal bersama secara baik sebagai suami-istri, melaksanakan kewajibannya, memberi belanja, pakaian, tempat tinggal, dan lainnya.
Akan tetapi, kalau suami tetap tidak akan rujuk kepada istri, maka ia boleh melepaskannya secara baik pula tanpa ada ketegangan terjadi, menyempurnakan maharnya, memberi mut’ah sebagai imbalan dan terima kasih atas kebaikan istrinya selama ia hidup bersama dan lain-lain yang menghibur hatinya. Apabila suami memilih rujuk, maka hendaknya hal itu disaksikan oleh dua orang saksi laki-laki yang adil, untuk memantapkan rumah tangganya kembali.
Selanjutnya Allah menyerukan agar kesaksian itu diberikan secara jujur karena Allah semata-mata tanpa mengharapkan bayaran dan tanpa memihak, sebagaimana firman Allah: Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri. (an-Nisa’/4: 135)
Demikian seruan mengenai rujuk dan talak untuk menjadi pelajaran bagi orang yang beriman kepada Allah di hari akhirat. Orang yang bertakwa kepada Allah, dan patuh menaati peraturan-peraturan yang telah ditetapkan-Nya, antara lain mengenai rujuk dan talak tersebut di atas, niscaya Ia akan menunjukkan baginya jalan keluar dari kesulitan yang dihadapinya.
Bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah, tidak saja diberi dan dimudahkan jalan keluar dari kesulitan yang dihadapinya, tetapi juga diberi rezeki oleh Allah dari arah yang tidak disangka-sangka, yang belum pernah terlintas dalam pikirannya. Selanjutnya Allah menyerukan agar mereka bertawakal kepada-Nya, karena Allah-lah yang mencukupkan keperluannya mensukseskan urusannya.
Bertawakal kepada Allah artinya berserah diri kepada-Nya, menyerahkan sepenuhnya kepada-Nya keberhasilan usaha. Setelah ia berusaha dan memantapkan satu ikhtiar, barulah ia bertawakal. Bukanlah tawakal namanya apabila seorang menyerahkan keadaannya kepada Allah tanpa usaha dan ikhtiar. Berusaha dan berikhtiar dahulu baru bertawakal menyerahkan diri kepada Allah.
Pernah terjadi seorang Arab Badui berkunjung kepada Nabi di Medinah dengan mengendarai unta. Setelah orang Arab itu sampai ke tempat yang dituju, ia turun dari untanya lalu masuk menemui Nabi saw. Nabi bertanya, “Apakah unta sudah ditambatkan?” Orang Badui itu menjawab, “Tidak! Saya melepaskan begitu saja, dan saya bertawakal kepada Allah.” Nabi saw bersabda, “Tambatkan dulu untamu, baru bertawakal.”
Allah akan melaksanakan dan menyempurnakan urusan orang yang bertawakal kepada-Nya sesuai dengan kodrat iradat-Nya, pada waktu yang telah ditetapkan, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya: Dan segala sesuatu ada ukuran di sisi-Nya. (ar-Ra’d/13: 8)
Tafsir Quraish Shihab: Apabila mereka telah mendekati akhir masa idahnya, rujukilah mereka dengan perlakuan yang baik atau lepaskan dengan tidak menyakiti. Persaksikanlah rujuk tersebut dengan dua orang saksi yang adil dari kalian. Tegakkanlah kesaksian itu secara benar dan tulus karena Allah.
Perintah yang disampaikan kepada kalian itu adalah nasihat bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Barangsiapa bertakwa kepada Allah dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, akan diberi jalan keluar dari segala macam kesulitan.
Surah At-Thalaq Ayat 3
وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىۡءٍ قَدۡرًا
Terjemahan: Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
Tafsir Jalalain: وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُ (Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya) dari arah yang belum pernah terbisik dalam kalbunya. وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ (Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah) dalam semua perkaranya فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓ (niscaya Allah akan memberi kecukupan) akan mencukupinya.
إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦ (Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya) tentang apa yang dikehendaki-Nya. Menurut suatu qiraat dibaca baalighu amrihi yakni dengan dimudhafkan. قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىۡءٍ (Sesungguhnya Allah telah menjadikan bagi setiap sesuatu) seperti hidup penuh dengan kecukupan, dan hidup sengsara قَدۡرًا (ketentuan) atau waktu-waktu yang ditentukan.
Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجًا وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُ (“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizky dari arah yang tidak disangka-sangkanya.”) maksudnya, barangsiapa bertakwa kepada Allah dalam seluruh perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya, maka Dia akan membuatkan baginya jalan keluar dan memberinya rizky dari arah yang tidak diduga-duga. Yakni, dari arah yang tidak pernah terbersit dalam hatinya.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Dzarr, dia berkata: Rasulullah saw. pernah membaca ayat ini: وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجًا وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُ (“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizky dari arah yang tidak disangka-sangkanya.”) kepadaku sampai selesai, kemudian beliau bersabda:
“Wahai Abu Dzarr, seandainya saja umat manusia ini secara keseluruhan berpegang teguh kepadanya, niscaya hal itu sudah cukup bagi mereka.” Kemudian lanjut Abu Dzarr, beliau kembali membacanya berulang-ulang kepadaku hingga aku mengantuk, kemudian beliau bersabda:
“Wahai Abu Dzarr, apa yang engkau perbuat seandainya engkau keluar dari Madinah?” Maka kukatakan: “Aku akan pergi ke belahan negeri yang luas hingga aku menjadi salah satu burung merpati Makkah.” Beliau bertanya lagi: “Lalu apa yang akan engkau perbuat jika engkau dikeluarkan dari Makkah?” Aku menjawab: “Aku akan berangkat ke tempat yang luas, ke negeri Syam dan tanah suci.” Beliau bertanya lagi:
“Kemudian apa yang akan engkau perbuat jika engkau dikeluarkan dari negeri Syam?” Aku pun menjawab: “Demi Rabb yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku akan meletakkan pedangku di leherku [melawan].” Lalu beliau bersabda: “Atau yang lebih baik daripada itu.” “Apa yang lebih baik daripada itu?” tanyaku. Beliau menjawab: “Hendaklah engkau mendengar dan taat, meskipun dia seorang budak Habasyah [Ethiopia].”
Dan dalam kitab Musnad disebutkan dari Muhammad bin ‘Ali bin ‘Abdullah bin ‘Abbas, dari ayahnya, dari kakeknya, ‘Abdullah bin ‘Abbas dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa banyak istighfar [memohon ampunan], maka Allah akan menjadikan baginya setiap kesusahan menjadi kemudahan, setiap kesempitan menjadi kelapangan, dan akan Dia karuniai rizky dari arah yang tidak disangka-sangka.”
‘Ali bin Abi Thalhah menceritakan dari Ibnu ‘Abbas mengenai firman-Nya: وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجًا (“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.”) dia berkata: “Yakni, Dia akan menyelamatkannya dari setiap kesusahan di dunia dan di akhirat.” وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُ (“Dan memberinya rizky dari arah yang tidak disangka-sangkanya.”) yakni dari arah yang tidak diketahuinya.
Mengenai firman Allah: وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجًا (“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.”) Qatadah mengatakan: “Yakni dari kerancuan permasalahan dan kesusahan ketika sakaratul maut. وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُ (“Dan memberinya rizky dari arah yang tidak disangka-sangkanya.”) yakni dari arah yang tidak pernah diharapkan dan diangan-angankannya.”
Imam Ahmad meriwayatkan dari Tsauban, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba akan diharamkan dari rizky karena dosa yang dilakukannya, dan tidak ada yang dapat menolak takdir kecuali doa, dan tidak ada yang dapat menambah umur panjang kecuali kebaikan.” Demikian hadits yang diriwayatkan oleh an-Nasa-i dan Ibnu Majah, dari hadits Sufyan ats-Tsauri.
Dan firman Allah: وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓ (“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan [keperluan]nya.”) Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Abbas, bahwasannya dia memberitahunya, pada suatu hari dia pernah naik [membonceng] kendaraan di belakang Rasulullah saw. lalu beliau bersabda kepadanya:
“Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu. Jika engkau meminta, maka mintalah kepada Allah. Dan jika engkau memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah.
Ketahuilah, jika ummat ini bersatu untuk memberikan manfaat [kebaikan] kepadamu dengan sesuatu, niscaya mereka tidak akan memberi manfaat kepadamu melainkan dengan sesuatu, niscaya mereka tidak akan memberikan manfaat kepadamu melainkan dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah bagimu.
Pena telah diangkat dan telah kering pula [tinta] lembaran-lembaran ini.” Hadits tersebut diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari hadits al-Laits bin Sa’ad dan Ibnu Lahi’ah. Dan at-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits tersebut hasan shahih.
Dan firman-Nya: إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦ (“Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan [yang dikehendaki]-Nya.”) maksudnya Dia lah yang menerapkan seluruh ketetapan dan hukum-Nya yang diberlakukan terhadap semua makhluk-Nya sesuai dengan kehendak dan keinginan-Nya.
قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىۡءٍ قَدۡرًا (“Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”) sebagaimana firman-Nya yang lain: وَكُلُّ شَىۡءٍ عِندَهُۥ بِمِقۡدَارٍ (“Dan segala sesuatu di sisi-Nya ada ukurannya.”)(ar-Ra’du:8)
Tafsir Kemenag: Dalam ayat-ayat ini, Allah menerangkan bahwa apabila masa idah istri hampir habis dan suami masih ingin berkumpul kembali, ia boleh rujuk kepada istrinya dan tinggal bersama secara baik sebagai suami-istri, melaksanakan kewajibannya, memberi belanja, pakaian, tempat tinggal, dan lainnya.
Akan tetapi, kalau suami tetap tidak akan rujuk kepada istri, maka ia boleh melepaskannya secara baik pula tanpa ada ketegangan terjadi, menyempurnakan maharnya, memberi mut’ah sebagai imbalan dan terima kasih atas kebaikan istrinya selama ia hidup bersama dan lain-lain yang menghibur hatinya. Apabila suami memilih rujuk, maka hendaknya hal itu disaksikan oleh dua orang saksi laki-laki yang adil, untuk memantapkan rumah tangganya kembali.
Selanjutnya Allah menyerukan agar kesaksian itu diberikan secara jujur karena Allah semata-mata tanpa mengharapkan bayaran dan tanpa memihak, sebagaimana firman Allah: Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri. (an-Nisa’/4: 135)
Demikian seruan mengenai rujuk dan talak untuk menjadi pelajaran bagi orang yang beriman kepada Allah di hari akhirat. Orang yang bertakwa kepada Allah, dan patuh menaati peraturan-peraturan yang telah ditetapkan-Nya, antara lain mengenai rujuk dan talak tersebut di atas, niscaya Ia akan menunjukkan baginya jalan keluar dari kesulitan yang dihadapinya.
Bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah, tidak saja diberi dan dimudahkan jalan keluar dari kesulitan yang dihadapinya, tetapi juga diberi rezeki oleh Allah dari arah yang tidak disangka-sangka, yang belum pernah terlintas dalam pikirannya. Selanjutnya Allah menyerukan agar mereka bertawakal kepada-Nya, karena Allah-lah yang mencukupkan keperluannya mensukseskan urusannya.
Bertawakal kepada Allah artinya berserah diri kepada-Nya, menyerahkan sepenuhnya kepada-Nya keberhasilan usaha. Setelah ia berusaha dan memantapkan satu ikhtiar, barulah ia bertawakal. Bukanlah tawakal namanya apabila seorang menyerahkan keadaannya kepada Allah tanpa usaha dan ikhtiar. Berusaha dan berikhtiar dahulu baru bertawakal menyerahkan diri kepada Allah.
Pernah terjadi seorang Arab Badui berkunjung kepada Nabi di Medinah dengan mengendarai unta. Setelah orang Arab itu sampai ke tempat yang dituju, ia turun dari untanya lalu masuk menemui Nabi saw. Nabi bertanya, “Apakah unta sudah ditambatkan?” Orang Badui itu menjawab, “Tidak! Saya melepaskan begitu saja, dan saya bertawakal kepada Allah.” Nabi saw bersabda, “Tambatkan dulu untamu, baru bertawakal.”
Allah akan melaksanakan dan menyempurnakan urusan orang yang bertawakal kepada-Nya sesuai dengan kodrat iradat-Nya, pada waktu yang telah ditetapkan, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya: Dan segala sesuatu ada ukuran di sisi-Nya. (ar-Ra’d/13: 8)
Tafsir Quraish Shihab: Akan disediakan baginya sebab-sebab memperoleh rezeki yang tidak diperkirakan sebelumnya. Barangsiapa yang menyerahkan segala urusannya kepada Allah, maka Dia akan mencukupi segala keperluannya. Sesungguhnya Allah akan melaksanakan kehendak-Nya. Segala sesuatu telah ditentukan waktu dan ukurannya masing-masing, yang tidak akan dilampaui, oleh Allah.
Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah At-Thalaq Ayat 2-3 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 663-664 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 662 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 661 – Kitab Adzan - 30/08/2020