Kisah Sufi: Syaikh Kepala Ikan dan Nasehat Ibnu Arabi

nasehat ibnu arabi

Pecihitam.org – Dahulu di Tunisia di sebuah gubuk yang sederhana dari tanah liat tinggallah nelayan yang shaleh. Setiap hari ia berlayar dengan perahunya untuk menangkap ikan. Ketika pulang berlayar, ia selalu membagikan seluruh hasil tangkapannya pada orang-orang miskin dan hanya menyisakan sepotong kepala ikan untuk ia jadikan sebagai makan malamnya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Nelayan shaleh tersebut kemudian berguru kepada syaikh besar Ibnu Arabi. Seiring berjalannya waktu, nelayan shaleh tadi pun menjadi seorang syaikh seperti gurunya.

Suatu ketika, sang nelayan menyuruh muridnya untuk mengadakan perjalanan ke Spanyol. Nelayan itu meminta sang murid untuk mengunjungi gurunya Syaikh Ibnu Arabi dan berpesan agar ia dimintakan nasehat untuk dirinya, sebab ia merasakan kebuntuan dalam jiwanya.

Singkat cerita, pergilah murid itu ke kota tempat tinggal Ibnu Arabi. Kepada penduduk setempat, ia menanyakan tempat tinggal sang syaikh besar itu. Orang-orang menunjukkan kepadanya sebuah rumah indah bagai istana yang berdiri di puncak bukit. “Itulah rumah Syaikh Ibnu Arabi,” ujar penduduk setempat.

Murid itu dibuat terkejut. dalam hatinya ia berfikir ternyata Ibnu Arabi yang katanya Syaikhul akbar, ternyata lebih cinta dunia dibandingkan dengan gurunya sendiri, yang tak lebih dari seorang nelayan sederhana.

Baca Juga:  Abdullah bin Ummi Maktum, Muadzin Buta di Zaman Nabi

Dengan hati yang ragu, ia pun akhirnya pergi mengunjungi rumah mewah yang ditunjukkan. Sepanjang perjalanan ia melewati ladang-ladang yang subur, jalanan yang bersih, dan kumpulan sapi, domba, dan kambing.

Setiap kali berjumpa dengan orang murid tadi bertanya dan selalu memperoleh jawaban bahwa pemilik dari semua ladang, lahan, dan ternak itu tak lain ialah Ibnu Arabi. Hatinya semakin bertanya-tanya, bagaimana mungkin seorang materialistik seperti itu boleh menjadi seorang guru sufi.

Setibanya dirumah tersebut, apa yang paling ditakutinya terbukti. Kemewahan dan kekayaan yang tak pernah ia bayangkan, bahkan dalam mimpinya ia dapati di rumah sang syaikh. Dinding rumah itu terbuat dari marmer, seluruh permukaan lantainya ditutupi oleh karpet-karpet mahal. Para pelayannya mengenakan pakaian dari sutra bahkan lebih indah dari pakaian orang terkaya di kampung halamannya.

Murid itu lalu meminta untuk bertemu dengan sang syaikh Ibnu Arabi. Pelayan menjawab bahwa Syaikh Ibnu Arabi sedang mengunjungi khalifah dan akan segera kembali. Tak berselang lama, ia menyaksikan sebuah arak-arakan datang.

Baca Juga:  Kisah Ibnu Hajar al Asqalani Ingin Punya Anak Laki-laki

Pertama muncul pasukan pengawal kehormatan yang terdiri dari tentara khalifah, lengkap dengan perisai dan senjata yang berkilauan, mengendarai kuda-kuda yang gagah. Lalu muncullah Ibnu Arabi dengan pakaian sutra yang sangatt indah, lengkap dengan surban yang lazim dipakai para sultan.

Murid tadi lalu dibawa menghadap Syaikh Ibnu Arabi. Para pelayan dari para pemuda tampan dan gadis cantik lalu membawakan kue-kue dan minuman.

Dengan perasaan yang masih tidak percaya, murid itu pun menyampaikan pesan dari gurunya. Namun ia semakin dibuat terkejut dan geram ketika Ibnu Arabi mengatakan kepadanya, “Katakanlah pada gurumu, masalahnya adalah ia masih terlalu terikat kepada dunia.”

Murid itu pun kemudian kembali ke kampungnya. Sang guru nelayan lalu dengan antusias menanyakan apakah ia sempat bertemu dengan syaikh Ibnu Arabi itu.

Dengan penuh keraguan, murid itu mengatakan bahwa ia memang telah bertemu denganya. “Apakah ia menitipkan kepadamu suatu nasehat bagiku?” Tanya nelayan tersebut.

Si murid awalnya enggan mengulangi nasihat dari Ibnu Arabi. Ia merasa bahwa Ibnu Arabi sangat tak pantas, mengingat ia betapa berkecukupan sedangkan gurunya sendiri dalam hidup yang berkekurangan. Namun karena gurunya terus memaksa, si murid itu pun akhirnya bercerita tentang apa nasehat yang disampaikan Syaikh Ibnu Arabi.

Baca Juga:  Kisah Hatib Ibnu Balta'ah Seorang Sahabat Nabi yang Berkhianat

Mendengar nasehat itu semua, sang nelayan itu pun berurai air mata. Muridnya menjadi tambah bingung dan keheranan, bagaimana mungkin Ibnu Arabi yang hidup mewah bergelimang harta, lantas menasehati gurunya bahwa ia terlalu terikat kepada dunia.

“Ibnu Arabi benar,” jawab sang nelayan, “ia benar-benar tak peduli dengan semua yang ada padanya. Sedangkan aku, setiap malam ketika aku menyantap kepala ikan, aku berharap dan membayangkan seandainya saja itu seekor adalah ikan yang utuh.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik