Nusaibah binti Ka’ab, Wanita Prajurit Perang Kaum Muslimin

nusaibah binti ka'ab

Pecihitaam.org – Nusaibah binti Ka’ab merupakan pejuang perempuan yang diberi umur panjang oleh Allah swt. Meskipun seorang wanita, ia banyak terlibat dalam peperangan selepas meninggalnya Rasulullah SAW.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Memang sepeninggal Rasulullah mulai terjadi banyak perang, diantaranya perang Shiffin, perang Yamamah, perang melawan orang-orang pembangkang zakat dan Nabi palsu seperti Musailamah al-Kadzab.

Ketika peperangan melawan Nabi palsu, umur Nusaibah telah mencapai 52 tahun, usia yang cukup tua bagi manusia. Meskipun begitu, dia tidak tinggal diam, dia maju melawan dalam kancah peperangan.

Dia membuktikan keperkasaannya sebagai seorang wanita di perang Yamamah ini. Bersama putranya Hubaib bin Zaid, sekali lagi ia membuktikan keinginan jihadnya dibawah pimpinan panglima Khalid bin Walid.

Pada perang ini, pasukan Muslim bertujuan menghentikan pergerakkan ajaran sesat yang sengaja dibuat oleh sang Nabi palsu, Musailamah al-Kadzab. Malangnya, pada pertempuran itu Hubaib tertangkap oleh pasukan Musailamah al-Kadzab. Dia ditawan sambil dipaksa mengakui kenabian dari Musailamah al-Kadzab.

Musailamah bertanya pada Hubaib, “Apakah kau bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah?”. Dengan tegas Hubabib menjawab, “Ya!! Aku bersaksi bahwa Muhammad Saw adalah utusan Allah.” Musailamah kembali bertanya, “Apakah kau juga bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah?”

Baca Juga:  Karomah Umar bin Khattab di Hari Jumat: Komando Pasukan Perang Jarak Jauh

Hubaib menjawab, “Apa?? Aku tak mendengar apa-apa.” Mendengar jawaban Hubaib Musailamah langsung geram, tak terima ia dengan jawabannya. Dengan jengkel segera ia menghabisi Hubaib, Musailamah membunuh putra Ummu ‘Umarah ini.

Melihat putranya terbunuh, membuat hati sang ibu terluka dan terpukul sedalam-dalamnya. Sang Ibu tidak menyangka bahwa seorang Nabi palsulah yang mengakhiri kehidupan anaknya itu. Meskipun begitu, ia berusaha bangkit, tidak mau terus menerus larut dalam kesedihan panjang yang berakhir dengan kesia-siaan.

Nusaibah binti Ka’ab dikenal sebagai mujahid sejati. Kemampuannya memainkan mata pedang membuatnya ditakuti oleh lawan. Belum lagi, kesabaran luar biasa yang senantiasa tampak dari raut mukanya.

Akhirnya, Nusaibah menerima kabar tersebut dengan penuh kesabaran dan ketabahan. Ia yakin bahwa putranya telah gugur sebagai seorang syuhada dan mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah swt. Putranya telah berjuang dengan sekuat tenaga dan kini tibalah gilirannya untuk menebaskan pedangnya ke arah perusak agama.

Baca Juga:  Zaid bin Haritsah, Satu-Satunya Sahabat yang Namanya Tercantum dalam Al-Quran

Nusaibah mulai maju menghantam musuh dengan kibasan pedang yang mematikan. Pedangnya bagai malaikat maut yang mencabik-cabik tubuh lawannya. Meskipun begitu, pedang lawan pun tak henti-hentinya menerkam tubuhnya, mengingat usianya yang sudah tidak muda lagi.

Belasan luka di tubuh dan tangan yang terpotong tidak menghentikan kegigihannya untuk maju berperang. Ia beranggapan bahwa luka itulah yang akan membawa kebahagiaan di akhirat kelak dan akan menjadi kebangaan saat berhadapan dengan Tuhan.

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridloan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al-‘Ankabuut : 69).

Nusaibah binti Ka’ab adalah pejuang wanita yang pandai memainkan pedang. Meskipun banyak luka bertebaran dan putranya menjadi korban dalam peperangan. Dia tetap tegar dan terus menerus mengayunkan pedangnya untuk kemenangan umat Islam.

Baca Juga:  Kewalian, Kalam Hikmah dan Karomah Imam Asy Syadzili

Rasa cintanya kepada Tuhan serta Rasul-Nya mengalahkan rasa sakit yang dideritanya. Rasa cintanya begitu besar sampai-sampai rela mengorbankan jiwa dan raganya. Dan dia pula yang telah mengobarkan api jihad untuk anak dan keluarga tercinta. Dengan begitu, dia tidak hanya hebat dalam peperangan namun hebat pula dalam mengobarkan semangat kecintaan.

Asalkan demi kemenangan Islam, jiwa dan raga pun akan ia korbankan. Dia lah potret wanita tangguh sekaligus inspiratif bagi wanita lainnya. Keberanian, kegigihan, serta kemampuan membina semangat keluarga menjadi kelebihan yang dapat dicontoh darinya.

Muhammad Nur Faizi