Surah An-Naba Ayat 1-16; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah An-Naba Ayat 1-16

Pecihitam.org – Kandungan Surah An-Naba Ayat 1-16 ini, sebelum membahas kandungan ayat ini, terlebih dahulu kita mengetahui isi surah. Dalam surah ini ditegaskan kebenaran hari kebangkitan dan mengecam orang-orang yang menyangsikannya. Lalu disebutkan beberapa bukti kemungkinan terjadinya dari berbagai fenomena kekuasaan Tuhan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ditegaskanlah kepastian terjadinya hari kebangkitan itu dan disebutkan pula beberapa tanda-tandanya. Kemudian dibicarakan pula mengenai nasib orang-orang yang berbuat jahat dan orang-orang yang bertakwa. surah ini kemudian ditutup dengan peringatan dan ancaman akan datangnya hari yang menakutkan ini.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah An-Naba Ayat 1-16

Surah An-Naba Ayat 1
عَمَّ يَتَسَآءَلُونَ

Terjemahan: “Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya?

Tafsir Jalalain: An-Naba’ (Berita) عَمَّ (Tentang apakah) mengenai apakah يَتَسَآءَلُونَ (mereka saling bertanya-tanya?) yakni orang-orang Quraisy sebagian di antara mereka bertanya-tanya kepada sebagian yang lainnya.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah berfirman seraya mengingkari orang-orang musyrik dalam hal pertanyaan yang mereka ajukan mengenai hari kiamat, yakni pengingkaran terhadap kejadiannya: عَمَّ يَتَسَآءَلُونَ (“Tentang apakah mereka saling bertanya? Tentang berita besar.”) yakni tentang sesuatu yang mereka pertanyakan perihal hari kiamat, yang ia merupakan berita yang sangat besar, yaitu berita luar biasa hebatnya lagi benar-benar jelas.

Tafsir Kemenag: Orang-orang musyrik Mekah ketika berkumpul di tempat pertemuan mereka yang berada di dekat Baitullah, sering membicarakan keadaan Nabi Muhammad dan Kitab Al-Qur’an yang dibawanya. Mereka sering bertanya satu sama lain bahwa apakah Muhammad itu seorang tukang sihir, penyair, atau seorang dukun tukang tenung yang terkena pengaruh buruk oleh berhala-berhala mereka?

Mereka juga bertanya-tanya apakah Al-Qur’an itu sihir, syair, atau mantra-mantra saja? Masing-masing mengemukakan pendapat sesuai dengan hawa nafsu dan angan-angan mereka, sedangkan Nabi Muhammad sendiri dengan sikap yang tenang menyampaikan seruannya berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an yang memberi sinar penerangan kepada manusia menuju jalan kebenaran dan petunjuk yang lurus.

Selain itu mereka sering bercakap-cakap tentang hari kebangkitan sehingga sering menimbulkan perdebatan, sebab di antara mereka ada yang mengingkarinya dan beranggapan bahwa setelah mati habislah urusan mereka.

Tidak ada lagi kebangkitan setelah mati. Mereka berpendapat bahwa manusia itu lahir ke dunia lalu ia mati dan ditelan bumi karena tidak ada yang membinasakan mereka kecuali masa atau waktu saja. Di sisi lain, ada pula di antara mereka yang berpendapat bahwa yang dibangkitkan itu hanya arwah saja dan bukan jasad yang telah habis dimakan bumi. Ada pula di antara mereka yang menjumpai salah seorang sahabat Nabi dan menanyakan tentang hal itu dengan sikap mencemoohkan.

Sehubungan dengan sikap mereka yang demikian itu, surah ini turun untuk menolak keingkaran mereka, dan mengemukakan argumen yang nyata bahwa Allah benar-benar Mahakuasa membangkitkan mereka kembali setelah mati, walaupun mereka telah menjadi tanah, dimakan binatang buas, ditelan ikan di laut, terbakar api dan diterbangkan angin, atau sebab lainnya.

Dalam ayat ini, Allah mencela perselisihan orang-orang kafir Mekah mengenai hari kebangkitan dengan mengatakan, “Tentang apakah orang-orang musyrik di kalangan penduduk Mekah itu saling bertanya-tanya?” Allah menjawab pertanyaan mereka itu dengan firman-Nya. Yang dimaksud dengan berita yang sangat besar dalam ayat ini ialah berita tentang hari Kiamat. Disebut berita yang sangat besar karena hari Kiamat itu amat besar huru-haranya sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:

Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu; sungguh, guncangan (hari) Kiamat itu adalah suatu (kejadian) yang sangat besar. (Ingatlah) pada hari ketika kamu melihatnya (guncangan itu), semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya, dan setiap perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras. (al-hajj/22: 1-2)

Meskipun begitu, orang-orang musyrik masih meragukan bahkan banyak yang tidak percaya, sebagaimana diterangkan Allah dalam firman-Nya: (Kehidupan itu) tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, (di sanalah) kita mati dan hidup dan tidak akan dibangkitkan (lagi). (al-Mu’minun/23: 37) Firman Allah:

Kami tidak tahu apakah hari Kiamat itu, kami hanyalah menduga-duga saja, dan kami tidak yakin. (al-Jatsiyah/45: 32) Adapun hikmah Ilahi menyampaikan persoalan ini dalam bentuk pertanyaan dan jawaban adalah agar lebih mendekatkan kepada pengertian dan penjelasan, seperti tercantum dalam firman Allah: (Lalu Allah berfirman), “Milik siapakah kerajaan pada hari ini?” Milik Allah Yang Maha Esa, Maha Mengalahkan. (Gafir/40: 16)

Kemudian Allah menjawab pertanyaan mereka dengan nada ancaman, “Sekali-kali tidak. Jauh sekali dari kebenaran apa yang mereka anggap itu. Nanti mereka akan mengetahui pada waktu menyaksikan keadaan yang sebenarnya pada hari Kiamat yang selalu mereka ingkari.” Sebaiknya mereka jangan memperolok-olokkan karena mereka kelak pasti akan mengetahui keadaan yang sebenarnya. Apa-apa yang diragukan itu pasti akan mereka alami.

Allah menguatkan firman-Nya itu dengan mengulang pernyataan itu sekali lagi. Kemudian Allah menerangkan kekuasaan-Nya yang Mahaagung dan tanda-tanda rahmat-Nya yang sering dilupakan oleh mereka. Padahal tanda-tanda itu tampak jelas di hadapan mata.

Allah mengemukakan sembilan perkara yang dapat mereka saksikan dengan mata sebagai bukti-bukti yang menunjukkan kekuasaan-Nya, seperti disebutkan pada ayat-ayat berikut, yaitu dari ayat 6 sampai ayat 14.

Tafsir Quraish Shihab: [[78 ~ AN-NABA’ (BERITA BESAR) Pendahuluan: Makkiyyah, 40 ayat ~ Dalam surah ini ditegaskan kebenaran hari kebangkitan dan mengecam orang-orang yang menyangsikannya. Lalu disebutkan beberapa bukti kemungkinan terjadinya dari berbagai fenomena kekuasaan Tuhan. Ditegaskanlah kepastian terjadinya hari kebangkitan itu dan disebutkan pula beberapa tanda-tandanya. Kemudian dibicarakan pula mengenai nasib orang-orang yang berbuat jahat dan orang-orang yang bertakwa. surah ini kemudian ditutup dengan peringatan dan ancaman akan datangnya hari yang menakutkan ini.]] Tentang apakah orang-orang yang ingkar itu saling bertanya?

Surah An-Naba Ayat 2
عَنِ ٱلنَّبَإِ ٱلۡعَظِيمِ

Terjemahan: “Tentang berita yang besar,

Tafsir Jalalain: عَنِ ٱلنَّبَإِ ٱلۡعَظِيمِ (Tentang berita yang besar) ayat ini merupakan penjelasan bagi sesuatu yang dipertanyakan mereka itu. Sedangkan Istifham atau kata tanya pada ayat yang pertama tadi mengandung makna yang mengagungkannya. Hal yang dimaksud adalah Alquran yang disampaikan oleh Nabi saw. yang di dalamnya terkandung berita mengenai adanya hari berbangkit dan hal-hal lainnya.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah berfirman seraya mengingkari orang-orang musyrik dalam hal pertanyaan yang mereka ajukan mengenai hari kiamat, yakni pengingkaran terhadap kejadiannya: عَنِ ٱلنَّبَإِ ٱلۡعَظِيمِ (“Tentang apakah mereka saling bertanya? Tentang berita besar.”) yakni tentang sesuatu yang mereka pertanyakan perihal hari kiamat, yang ia merupakan berita yang sangat besar, yaitu berita luar biasa hebatnya lagi benar-benar jelas.

Tafsir Kemenag: Orang-orang musyrik Mekah ketika berkumpul di tempat pertemuan mereka yang berada di dekat Baitullah, sering membicarakan keadaan Nabi Muhammad dan Kitab Al-Qur’an yang dibawanya. Mereka sering bertanya satu sama lain bahwa apakah Muhammad itu seorang tukang sihir, penyair, atau seorang dukun tukang tenung yang terkena pengaruh buruk oleh berhala-berhala mereka?

Mereka juga bertanya-tanya apakah Al-Qur’an itu sihir, syair, atau mantra-mantra saja? Masing-masing mengemukakan pendapat sesuai dengan hawa nafsu dan angan-angan mereka, sedangkan Nabi Muhammad sendiri dengan sikap yang tenang menyampaikan seruannya berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an yang memberi sinar penerangan kepada manusia menuju jalan kebenaran dan petunjuk yang lurus.

Selain itu mereka sering bercakap-cakap tentang hari kebangkitan sehingga sering menimbulkan perdebatan, sebab di antara mereka ada yang mengingkarinya dan beranggapan bahwa setelah mati habislah urusan mereka.

Tidak ada lagi kebangkitan setelah mati. Mereka berpendapat bahwa manusia itu lahir ke dunia lalu ia mati dan ditelan bumi karena tidak ada yang membinasakan mereka kecuali masa atau waktu saja. Di sisi lain, ada pula di antara mereka yang berpendapat bahwa yang dibangkitkan itu hanya arwah saja dan bukan jasad yang telah habis dimakan bumi. Ada pula di antara mereka yang menjumpai salah seorang sahabat Nabi dan menanyakan tentang hal itu dengan sikap mencemoohkan.

Sehubungan dengan sikap mereka yang demikian itu, surah ini turun untuk menolak keingkaran mereka, dan mengemukakan argumen yang nyata bahwa Allah benar-benar Mahakuasa membangkitkan mereka kembali setelah mati, walaupun mereka telah menjadi tanah, dimakan binatang buas, ditelan ikan di laut, terbakar api dan diterbangkan angin, atau sebab lainnya.

Dalam ayat ini, Allah mencela perselisihan orang-orang kafir Mekah mengenai hari kebangkitan dengan mengatakan, “Tentang apakah orang-orang musyrik di kalangan penduduk Mekah itu saling bertanya-tanya?” Allah menjawab pertanyaan mereka itu dengan firman-Nya. Yang dimaksud dengan berita yang sangat besar dalam ayat ini ialah berita tentang hari Kiamat. Disebut berita yang sangat besar karena hari Kiamat itu amat besar huru-haranya sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:

Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu; sungguh, guncangan (hari) Kiamat itu adalah suatu (kejadian) yang sangat besar. (Ingatlah) pada hari ketika kamu melihatnya (guncangan itu), semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya, dan setiap perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras. (al-hajj/22: 1-2)

Meskipun begitu, orang-orang musyrik masih meragukan bahkan banyak yang tidak percaya, sebagaimana diterangkan Allah dalam firman-Nya: (Kehidupan itu) tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, (di sanalah) kita mati dan hidup dan tidak akan dibangkitkan (lagi). (al-Mu’minun/23: 37) Firman Allah:

Kami tidak tahu apakah hari Kiamat itu, kami hanyalah menduga-duga saja, dan kami tidak yakin. (al-Jatsiyah/45: 32) Adapun hikmah Ilahi menyampaikan persoalan ini dalam bentuk pertanyaan dan jawaban adalah agar lebih mendekatkan kepada pengertian dan penjelasan, seperti tercantum dalam firman Allah: (Lalu Allah berfirman), “Milik siapakah kerajaan pada hari ini?” Milik Allah Yang Maha Esa, Maha Mengalahkan. (Gafir/40: 16)

Kemudian Allah menjawab pertanyaan mereka dengan nada ancaman, “Sekali-kali tidak. Jauh sekali dari kebenaran apa yang mereka anggap itu. Nanti mereka akan mengetahui pada waktu menyaksikan keadaan yang sebenarnya pada hari Kiamat yang selalu mereka ingkari.” Sebaiknya mereka jangan memperolok-olokkan karena mereka kelak pasti akan mengetahui keadaan yang sebenarnya. Apa-apa yang diragukan itu pasti akan mereka alami.

Allah menguatkan firman-Nya itu dengan mengulang pernyataan itu sekali lagi. Kemudian Allah menerangkan kekuasaan-Nya yang Mahaagung dan tanda-tanda rahmat-Nya yang sering dilupakan oleh mereka. Padahal tanda-tanda itu tampak jelas di hadapan mata.

Baca Juga:  Surah Al-Ahzab Ayat 51; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Allah mengemukakan sembilan perkara yang dapat mereka saksikan dengan mata sebagai bukti-bukti yang menunjukkan kekuasaan-Nya, seperti disebutkan pada ayat-ayat berikut, yaitu dari ayat 6 sampai ayat 14.

Tafsir Quraish Shihab: Tentang berita besar. Berita tentang hari kebangkitan yang acapkali mereka perselisihkan–dari yang meragukan sampai yang mengingkari kebenarannya.

Surah An-Naba Ayat 3
ٱلَّذِى هُمۡ فِيهِ مُخۡتَلِفُونَ

Terjemahan: “yang mereka perselisihkan tentang ini.

Tafsir Jalalain: ٱلَّذِى هُمۡ فِيهِ مُخۡتَلِفُونَ (Yang mereka perselisihkan tentang ini) orang-orang yang beriman mempercayainya, sedangkan orang-orang kafir mengingkarinya.

Tafsir Ibnu Katsir: ٱلَّذِى هُمۡ فِيهِ مُخۡتَلِفُونَ (“Yang mereka perselisihkan tentang ini.”) yakni mengenai hal itu, manusia terbagi menjadi dua golongan: beriman kepadanya dan kufur kepadanya.

Tafsir Kemenag: Orang-orang musyrik Mekah ketika berkumpul di tempat pertemuan mereka yang berada di dekat Baitullah, sering membicarakan keadaan Nabi Muhammad dan Kitab Al-Qur’an yang dibawanya. Mereka sering bertanya satu sama lain bahwa apakah Muhammad itu seorang tukang sihir, penyair, atau seorang dukun tukang tenung yang terkena pengaruh buruk oleh berhala-berhala mereka?

Mereka juga bertanya-tanya apakah Al-Qur’an itu sihir, syair, atau mantra-mantra saja? Masing-masing mengemukakan pendapat sesuai dengan hawa nafsu dan angan-angan mereka, sedangkan Nabi Muhammad sendiri dengan sikap yang tenang menyampaikan seruannya berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an yang memberi sinar penerangan kepada manusia menuju jalan kebenaran dan petunjuk yang lurus.

Selain itu mereka sering bercakap-cakap tentang hari kebangkitan sehingga sering menimbulkan perdebatan, sebab di antara mereka ada yang mengingkarinya dan beranggapan bahwa setelah mati habislah urusan mereka.

Tidak ada lagi kebangkitan setelah mati. Mereka berpendapat bahwa manusia itu lahir ke dunia lalu ia mati dan ditelan bumi karena tidak ada yang membinasakan mereka kecuali masa atau waktu saja. Di sisi lain, ada pula di antara mereka yang berpendapat bahwa yang dibangkitkan itu hanya arwah saja dan bukan jasad yang telah habis dimakan bumi. Ada pula di antara mereka yang menjumpai salah seorang sahabat Nabi dan menanyakan tentang hal itu dengan sikap mencemoohkan.

Sehubungan dengan sikap mereka yang demikian itu, surah ini turun untuk menolak keingkaran mereka, dan mengemukakan argumen yang nyata bahwa Allah benar-benar Mahakuasa membangkitkan mereka kembali setelah mati, walaupun mereka telah menjadi tanah, dimakan binatang buas, ditelan ikan di laut, terbakar api dan diterbangkan angin, atau sebab lainnya.

Dalam ayat ini, Allah mencela perselisihan orang-orang kafir Mekah mengenai hari kebangkitan dengan mengatakan, “Tentang apakah orang-orang musyrik di kalangan penduduk Mekah itu saling bertanya-tanya?” Allah menjawab pertanyaan mereka itu dengan firman-Nya. Yang dimaksud dengan berita yang sangat besar dalam ayat ini ialah berita tentang hari Kiamat. Disebut berita yang sangat besar karena hari Kiamat itu amat besar huru-haranya sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:

Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu; sungguh, guncangan (hari) Kiamat itu adalah suatu (kejadian) yang sangat besar. (Ingatlah) pada hari ketika kamu melihatnya (guncangan itu), semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya, dan setiap perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras. (al-hajj/22: 1-2)

Meskipun begitu, orang-orang musyrik masih meragukan bahkan banyak yang tidak percaya, sebagaimana diterangkan Allah dalam firman-Nya: (Kehidupan itu) tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, (di sanalah) kita mati dan hidup dan tidak akan dibangkitkan (lagi). (al-Mu’minun/23: 37) Firman Allah:

Kami tidak tahu apakah hari Kiamat itu, kami hanyalah menduga-duga saja, dan kami tidak yakin. (al-Jatsiyah/45: 32) Adapun hikmah Ilahi menyampaikan persoalan ini dalam bentuk pertanyaan dan jawaban adalah agar lebih mendekatkan kepada pengertian dan penjelasan, seperti tercantum dalam firman Allah: (Lalu Allah berfirman), “Milik siapakah kerajaan pada hari ini?” Milik Allah Yang Maha Esa, Maha Mengalahkan. (Gafir/40: 16)

Kemudian Allah menjawab pertanyaan mereka dengan nada ancaman, “Sekali-kali tidak. Jauh sekali dari kebenaran apa yang mereka anggap itu. Nanti mereka akan mengetahui pada waktu menyaksikan keadaan yang sebenarnya pada hari Kiamat yang selalu mereka ingkari.” Sebaiknya mereka jangan memperolok-olokkan karena mereka kelak pasti akan mengetahui keadaan yang sebenarnya. Apa-apa yang diragukan itu pasti akan mereka alami.

Allah menguatkan firman-Nya itu dengan mengulang pernyataan itu sekali lagi. Kemudian Allah menerangkan kekuasaan-Nya yang Mahaagung dan tanda-tanda rahmat-Nya yang sering dilupakan oleh mereka. Padahal tanda-tanda itu tampak jelas di hadapan mata.

Allah mengemukakan sembilan perkara yang dapat mereka saksikan dengan mata sebagai bukti-bukti yang menunjukkan kekuasaan-Nya, seperti disebutkan pada ayat-ayat berikut, yaitu dari ayat 6 sampai ayat 14.

Tafsir Quraish Shihab: Tentang berita besar. Berita tentang hari kebangkitan yang acapkali mereka perselisihkan–dari yang meragukan sampai yang mengingkari kebenarannya.

Surah An-Naba Ayat 4
كَلَّا سَيَعۡلَمُونَ

Terjemahan: “Sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui,

Tafsir Jalalain: كَلَّا (Sekali-kali tidak) kata ini merupakan sanggahan yang ditujukan kepada orang-orang kafir tadi سَيَعۡلَمُونَ (kelak mereka mengetahui) apa yang bakal menimpa mereka sebagai akibat daripada keingkaran mereka kepada Alquran.

Tafsir Ibnu Katsir: كَلَّا سَيَعۡلَمُونَ (Selanjutnya Allah berfirman seraya mengancam orang-orang yang mengingkari hari kiamat: kallaa saya’lamuuna.

Tafsir Kemenag: Orang-orang musyrik Mekah ketika berkumpul di tempat pertemuan mereka yang berada di dekat Baitullah, sering membicarakan keadaan Nabi Muhammad dan Kitab Al-Qur’an yang dibawanya. Mereka sering bertanya satu sama lain bahwa apakah Muhammad itu seorang tukang sihir, penyair, atau seorang dukun tukang tenung yang terkena pengaruh buruk oleh berhala-berhala mereka?

Mereka juga bertanya-tanya apakah Al-Qur’an itu sihir, syair, atau mantra-mantra saja? Masing-masing mengemukakan pendapat sesuai dengan hawa nafsu dan angan-angan mereka, sedangkan Nabi Muhammad sendiri dengan sikap yang tenang menyampaikan seruannya berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an yang memberi sinar penerangan kepada manusia menuju jalan kebenaran dan petunjuk yang lurus.

Selain itu mereka sering bercakap-cakap tentang hari kebangkitan sehingga sering menimbulkan perdebatan, sebab di antara mereka ada yang mengingkarinya dan beranggapan bahwa setelah mati habislah urusan mereka.

Tidak ada lagi kebangkitan setelah mati. Mereka berpendapat bahwa manusia itu lahir ke dunia lalu ia mati dan ditelan bumi karena tidak ada yang membinasakan mereka kecuali masa atau waktu saja. Di sisi lain, ada pula di antara mereka yang berpendapat bahwa yang dibangkitkan itu hanya arwah saja dan bukan jasad yang telah habis dimakan bumi. Ada pula di antara mereka yang menjumpai salah seorang sahabat Nabi dan menanyakan tentang hal itu dengan sikap mencemoohkan.

Sehubungan dengan sikap mereka yang demikian itu, surah ini turun untuk menolak keingkaran mereka, dan mengemukakan argumen yang nyata bahwa Allah benar-benar Mahakuasa membangkitkan mereka kembali setelah mati, walaupun mereka telah menjadi tanah, dimakan binatang buas, ditelan ikan di laut, terbakar api dan diterbangkan angin, atau sebab lainnya.

Dalam ayat ini, Allah mencela perselisihan orang-orang kafir Mekah mengenai hari kebangkitan dengan mengatakan, “Tentang apakah orang-orang musyrik di kalangan penduduk Mekah itu saling bertanya-tanya?” Allah menjawab pertanyaan mereka itu dengan firman-Nya. Yang dimaksud dengan berita yang sangat besar dalam ayat ini ialah berita tentang hari Kiamat. Disebut berita yang sangat besar karena hari Kiamat itu amat besar huru-haranya sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:

Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu; sungguh, guncangan (hari) Kiamat itu adalah suatu (kejadian) yang sangat besar. (Ingatlah) pada hari ketika kamu melihatnya (guncangan itu), semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya, dan setiap perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras. (al-hajj/22: 1-2)

Meskipun begitu, orang-orang musyrik masih meragukan bahkan banyak yang tidak percaya, sebagaimana diterangkan Allah dalam firman-Nya: (Kehidupan itu) tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, (di sanalah) kita mati dan hidup dan tidak akan dibangkitkan (lagi). (al-Mu’minun/23: 37) Firman Allah:

Kami tidak tahu apakah hari Kiamat itu, kami hanyalah menduga-duga saja, dan kami tidak yakin. (al-Jatsiyah/45: 32) Adapun hikmah Ilahi menyampaikan persoalan ini dalam bentuk pertanyaan dan jawaban adalah agar lebih mendekatkan kepada pengertian dan penjelasan, seperti tercantum dalam firman Allah: (Lalu Allah berfirman), “Milik siapakah kerajaan pada hari ini?” Milik Allah Yang Maha Esa, Maha Mengalahkan. (Gafir/40: 16)

Kemudian Allah menjawab pertanyaan mereka dengan nada ancaman, “Sekali-kali tidak. Jauh sekali dari kebenaran apa yang mereka anggap itu. Nanti mereka akan mengetahui pada waktu menyaksikan keadaan yang sebenarnya pada hari Kiamat yang selalu mereka ingkari.” Sebaiknya mereka jangan memperolok-olokkan karena mereka kelak pasti akan mengetahui keadaan yang sebenarnya. Apa-apa yang diragukan itu pasti akan mereka alami.

Allah menguatkan firman-Nya itu dengan mengulang pernyataan itu sekali lagi. Kemudian Allah menerangkan kekuasaan-Nya yang Mahaagung dan tanda-tanda rahmat-Nya yang sering dilupakan oleh mereka. Padahal tanda-tanda itu tampak jelas di hadapan mata.

Allah mengemukakan sembilan perkara yang dapat mereka saksikan dengan mata sebagai bukti-bukti yang menunjukkan kekuasaan-Nya, seperti disebutkan pada ayat-ayat berikut, yaitu dari ayat 6 sampai ayat 14.

Tafsir Quraish Shihab: Celakalah mereka dengan pertanyaan seperti ini! Kelak mereka akan mengetahui kebenarannya tatkala mereka saksikan sendiri hari kebangkitan itu benar-benar terjadi.

Surah An-Naba Ayat 5
ثُمَّ كَلَّا سَيَعۡلَمُونَ

Terjemahan: “kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka mengetahui.

Tafsir Jalalain: ثُمَّ كَلَّا سَيَعۡلَمُونَ (Kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka mengetahui) ayat ini merupakan pengukuh dari ayat sebelumnya; dan pada ayat ini dipakai kata Tsumma untuk memberikan pengertian, bahwa ancaman yang kedua lebih keras dan lebih berat daripada ancaman yang dikandung pada ayat sebelumnya.

Selanjutnya Allah swt. memberikan isyarat yang menunjukkan tentang kekuasaan-Nya untuk membangkitkan makhluk semuanya; untuk itu Dia berfirman:.

Tafsir Ibnu Katsir: ثُمَّ كَلَّا سَيَعۡلَمُونَ (“Sekali-sekali tidak; kelak mereka akan mengetahui. Kemudian sekali-sekali tidak; kelak mereka akan mengetahui.”) yang demikian itu merupakan ancaman keras sekaligus kecaman yang tegas.

Kemudian Allah menjelaskan kekuasaan-Nya yang agung untuk menciptakan berbagai hal aneh dan segala sesuatu menakjubkan yang menunjukkan kekuasaan-Nya atas segala sesuatu, baik itu menyangkut hari kiamat maupun yang lainnya.

Baca Juga:  Surah Al-Anbiya Ayat 76-77; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Kemenag: Orang-orang musyrik Mekah ketika berkumpul di tempat pertemuan mereka yang berada di dekat Baitullah, sering membicarakan keadaan Nabi Muhammad dan Kitab Al-Qur’an yang dibawanya. Mereka sering bertanya satu sama lain bahwa apakah Muhammad itu seorang tukang sihir, penyair, atau seorang dukun tukang tenung yang terkena pengaruh buruk oleh berhala-berhala mereka?

Mereka juga bertanya-tanya apakah Al-Qur’an itu sihir, syair, atau mantra-mantra saja? Masing-masing mengemukakan pendapat sesuai dengan hawa nafsu dan angan-angan mereka, sedangkan Nabi Muhammad sendiri dengan sikap yang tenang menyampaikan seruannya berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an yang memberi sinar penerangan kepada manusia menuju jalan kebenaran dan petunjuk yang lurus.

Selain itu mereka sering bercakap-cakap tentang hari kebangkitan sehingga sering menimbulkan perdebatan, sebab di antara mereka ada yang mengingkarinya dan beranggapan bahwa setelah mati habislah urusan mereka.

Tidak ada lagi kebangkitan setelah mati. Mereka berpendapat bahwa manusia itu lahir ke dunia lalu ia mati dan ditelan bumi karena tidak ada yang membinasakan mereka kecuali masa atau waktu saja. Di sisi lain, ada pula di antara mereka yang berpendapat bahwa yang dibangkitkan itu hanya arwah saja dan bukan jasad yang telah habis dimakan bumi. Ada pula di antara mereka yang menjumpai salah seorang sahabat Nabi dan menanyakan tentang hal itu dengan sikap mencemoohkan.

Sehubungan dengan sikap mereka yang demikian itu, surah ini turun untuk menolak keingkaran mereka, dan mengemukakan argumen yang nyata bahwa Allah benar-benar Mahakuasa membangkitkan mereka kembali setelah mati, walaupun mereka telah menjadi tanah, dimakan binatang buas, ditelan ikan di laut, terbakar api dan diterbangkan angin, atau sebab lainnya.

Dalam ayat ini, Allah mencela perselisihan orang-orang kafir Mekah mengenai hari kebangkitan dengan mengatakan, “Tentang apakah orang-orang musyrik di kalangan penduduk Mekah itu saling bertanya-tanya?” Allah menjawab pertanyaan mereka itu dengan firman-Nya. Yang dimaksud dengan berita yang sangat besar dalam ayat ini ialah berita tentang hari Kiamat. Disebut berita yang sangat besar karena hari Kiamat itu amat besar huru-haranya sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:

Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu; sungguh, guncangan (hari) Kiamat itu adalah suatu (kejadian) yang sangat besar. (Ingatlah) pada hari ketika kamu melihatnya (guncangan itu), semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya, dan setiap perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras. (al-hajj/22: 1-2)

Meskipun begitu, orang-orang musyrik masih meragukan bahkan banyak yang tidak percaya, sebagaimana diterangkan Allah dalam firman-Nya: (Kehidupan itu) tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, (di sanalah) kita mati dan hidup dan tidak akan dibangkitkan (lagi). (al-Mu’minun/23: 37) Firman Allah:

Kami tidak tahu apakah hari Kiamat itu, kami hanyalah menduga-duga saja, dan kami tidak yakin. (al-Jatsiyah/45: 32) Adapun hikmah Ilahi menyampaikan persoalan ini dalam bentuk pertanyaan dan jawaban adalah agar lebih mendekatkan kepada pengertian dan penjelasan, seperti tercantum dalam firman Allah: (Lalu Allah berfirman), “Milik siapakah kerajaan pada hari ini?” Milik Allah Yang Maha Esa, Maha Mengalahkan. (Gafir/40: 16)

Kemudian Allah menjawab pertanyaan mereka dengan nada ancaman, “Sekali-kali tidak. Jauh sekali dari kebenaran apa yang mereka anggap itu. Nanti mereka akan mengetahui pada waktu menyaksikan keadaan yang sebenarnya pada hari Kiamat yang selalu mereka ingkari.” Sebaiknya mereka jangan memperolok-olokkan karena mereka kelak pasti akan mengetahui keadaan yang sebenarnya. Apa-apa yang diragukan itu pasti akan mereka alami.

Allah menguatkan firman-Nya itu dengan mengulang pernyataan itu sekali lagi. Kemudian Allah menerangkan kekuasaan-Nya yang Mahaagung dan tanda-tanda rahmat-Nya yang sering dilupakan oleh mereka. Padahal tanda-tanda itu tampak jelas di hadapan mata.

Allah mengemukakan sembilan perkara yang dapat mereka saksikan dengan mata sebagai bukti-bukti yang menunjukkan kekuasaan-Nya, seperti disebutkan pada ayat-ayat berikut, yaitu dari ayat 6 sampai ayat 14.

Tafsir Quraish Shihab: Lalu celakalah mereka! Kelak mereka akan mengetahui tatkala ancaman itu mereka alami.

Surah An-Naba Ayat 6
أَلَمۡ نَجۡعَلِ ٱلۡأَرۡضَ مِهَٰدًا

Terjemahan: “Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?,

Tafsir Jalalain: أَلَمۡ نَجۡعَلِ ٱلۡأَرۡضَ مِهَٰدًا (Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan) yakni terhampar bagaikan permadani.

Tafsir Ibnu Katsir: Oleh karena itu, Dia berfirman: أَلَمۡ نَجۡعَلِ ٱلۡأَرۡضَ مِهَٰدًا (“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?”) yakni terhampar bagi semua makhluk, dibentangkan bagi mereka sehingga menjadi diam dan tidak menggoncang para penghuninya yang ada di atasnya.

Tafsir Kemenag: Pertama, bukankah Allah telah menjadikan bumi sebagai hamparan yang mudah didiami oleh manusia dan hewan ternak yang berguna bagi manusia. Sebetulnya bumi ini bundar seperti bola, tetapi karena begitu besarnya, maka permukaannya tampak datar seperti hamparan.

Tafsir Quraish Shihab: Bukankah mereka telah menyaksikan bukti-bukti kekuasaan Kami? Sesungguhnya Kami menjadikan bumi terhampar sehingga dapat didiami dan ditelusuri segala penjurunya.

Surah An-Naba Ayat 7
وَٱلۡجِبَالَ أَوۡتَادًا

Terjemahan: “dan gunung-gunung sebagai pasak?,

Tafsir Jalalain: وَٱلۡجِبَالَ أَوۡتَادً (Dan gunung-gunung sebagai pasak) yang menstabilkan bumi, sebagaimana halnya kemah yang berdiri dengan mantapnya berkat patok-patok yang menyangganya. Istifham atau kata tanya di sini mengandung makna Taqrir atau menetapkan.

Tafsir Ibnu Katsir: وَٱلۡجِبَالَ أَوۡتَادً (dan gunung-gunung sebagai pasak?

Tafsir Kemenag: Kedua, Allah jadikan gunung-gunung sebagai pasak untuk mengokohkan bumi, sehingga tidak bergoyang karena guncangan-guncangan yang ada di bawahnya.

Tafsir Quraish Shihab: Kami menjadikan gunung-gunung sebagai pasak untuk menguatkan bumi. (1). (1) Lapisan padat kerak bumi dapat mencapai ketebalan sekitar 60 kilometer. Lapisan itu dapat meninggi, sehingga membentuk gunung-gunung, atau menurun menjadi dasar lautan dan samudera.

Keadaan seperti ini menimbulkan keseimbangan akibat tekanan yang dihasilkan oleh gunung-gunung tersebut. Keseimbangan ini tidak mengalami kerusakan kecuali jika gunung-gunung tersebut musnah. Lapisan kerak bumi yang basah akan dikuatkan oleh gunung-gunung, persis seperti pasak menguatkan kemah (lihat tafsir ayat 7 surah Qâf).

Surah An-Naba Ayat 8
وَخَلَقۡنَٰكُمۡ أَزۡوَٰجًا

Terjemahan: “dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan,

Tafsir Jalalain: وَخَلَقۡنَٰكُمۡ أَزۡوَٰجًا (Dan Kami jadikan kalian berpasang-pasangan) yaitu terdiri dari jenis laki-laki dan perempuan.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: وَخَلَقۡنَٰكُمۡ أَزۡوَٰجًا (“Dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan”) yakni laki-laki dan perempuan. Masing-masing dapat bersenang-senang antara satu dengan yang lainnya, sehingga dengan demikian terjadi regenerasi.

Tafsir Kemenag: Ketiga, yang tidak kalah hebatnya Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan, agar timbul kecintaan dan kesayangan di antara suami-istri untuk menempuh hidup bahagia dan memelihara keturunan yang baik, mempertahankan kelangsungan jenis manusia sehingga tidak punah.

Ayat ini sejalan dengan maksud firman Allah: Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. (ar-Rum/30: 21).

Tafsir Quraish Shihab: Kami menciptakan kalian berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan

Surah An-Naba Ayat 9
وَجَعَلۡنَا نَوۡمَكُمۡ سُبَاتًا

Terjemahan: “dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat,

Tafsir Jalalain: وَجَعَلۡنَا نَوۡمَكُمۡ سُبَاتًا (Dan Kami jadikan tidur kalian untuk istirahat) untuk istirahat bagi tubuh kalian.

Tafsir Ibnu Katsir: وَجَعَلۡنَا نَوۡمَكُمۡ سُبَاتًا (“Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat.”) yakni menghentikan gerakan agar dapat beristirahat setelah melakukan perjalanan dan berusaha dalam menghadapi kehidupan di siang hari. Dan ayat seperti ini telah diuraikan dalam surah al-Furqaan

Tafsir Kemenag: Keempat, Allah menjadikan tidur pada malam hari untuk beristirahat dari kesibukan pekerjaan pada siang hari, agar menghasilkan berbagai mata pencaharian. Dengan istirahat waktu tidur itu, manusia dapat mengembalikan daya dan kekuatan untuk melangsungkan pekerjaan pada keesokan harinya. Seandainya tidak diselingi oleh istirahat tidur tentu kekuatan siapa pun akan merosot sehingga tidak dapat melangsungkan tugas sehari-hari.

Tafsir Quraish Shihab: Kami menjadikan tidur kalian untuk beristirahat dari keletihan berusaha(1). (1) Tidur adalah berhentinya atau berkurangnya kegiatan saraf otak manusia. Dari itulah, ketika tidur energi dan panas badan menurun.

Pada waktu tidur, tubuh merasa tenang dan rileks setelah otot atau saraf atau dua-duanya letih bekerja. Semua kegiatan tubuh menurun di waktu tidur, kecuali proses metabolisme, aliran air seni dari ginjal dan keringat. Proses-proses tersebut, jika berhenti, justru akan membahayakan manusia.

Sedangkan pernapasan agak berkurang intensitasnya, tapi lebih panjang dan lebih banyak keluar dari dada ketimbang dari perut. Jantung pun akan berdetak lebih lambat sehingga aliran darah menjadi lebih sedikit.

Otot-otot yang kejang akan mengendur sehingga mengakibatkan kesulitan bagi seseorang yang tengah tidur untuk melakukan perlawanan. Semua hal itu menyebabkan tidur sebagai waktu istirahat yang paling baik bagi manusia, sebagaimana dikatakan ayat ini.

Surah An-Naba Ayat 10
وَجَعَلۡنَا ٱلَّيۡلَ لِبَاسًا

Terjemahan: “dan Kami jadikan malam sebagai pakaian,

Tafsir Jalalain: وَجَعَلۡنَا ٱلَّيۡلَ لِبَاسًا (Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian) sebagai penutup karena kegelapannya.

Tafsir Ibnu Katsir: وَجَعَلۡنَا ٱلَّيۡلَ لِبَاسًا (“Dan kami jadikan malammu sebagai pakaian.”) yakni gelap dan hitamnya malam itu membuat orang-orang tenang. Seorang penyair mengungkapkan: “Ketika malam telah menyelimuti atau ketika ia memasang kedua telinganya untuk mendengarkannya. Pada saat malam itu tiba.”

Tafsir Kemenag: Kelima, Allah menjadikan malam sebagai pakaian. Maksudnya malam itu gelap menutupi permukaan bumi sebagaimana pakaian menutup tubuh manusia. Hal itu berarti bahwa malam itu berfungsi sebagai pakaian bagi manusia yang dapat menutupi auratnya pada waktu tidur dari pandangan orang-orang yang mungkin melihatnya. Demikian pula sebagai pakaian, maka gelap malam itu dapat melindungi dan menyembunyikan seseorang yang tidur dari bahaya atau musuh yang sedang mengancam.

Tafsir Quraish Shihab: Kami menjadikan malam untuk menutupi kalian dengan kegelapannya.

Surah An-Naba Ayat 11
وَجَعَلۡنَا ٱلنَّهَارَ مَعَاشًا

Terjemhan: “dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan,

Tafsir Jalalain: وَجَعَلۡنَا ٱلنَّهَارَ مَعَاشًا (Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan) yaitu waktu untuk mencari penghidupan.

Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman Allah: وَجَعَلۡنَا ٱلنَّهَارَ مَعَاشًا (“Dan Kami jadikan siang untung mencari penghidupan.”) maksudnya Kami jadikan siang itu cerah, terang dan bersinar, agar umat manusia dapat pulang pergi untuk mencari penghidupan dan berusaha serta berdagang dan lain sebagainya.

Tafsir Kemenag: Keenam, Allah menjadikan siang untuk berusaha dan mencari rezeki yang diperlukan dalam kehidupan dan untuk hidup bermasyarakat.

Baca Juga:  Surah An-Naba Ayat 37-40; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Quraish Shihab: Kami menjadikan siang sebagai waktu berusaha agar kalian dapat memenuhi kebutuhan hidup yang kalian perlukan.

Surah An-Naba Ayat 12
وَبَنَيۡنَا فَوۡقَكُمۡ سَبۡعًا شِدَادًا

Terjemhan: “dan Kami bina di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh,

Tafsir Jalalain: وَبَنَيۡنَا فَوۡقَكُمۡ سَبۡعًا (Dan Kami bina di atas kalian tujuh lapis) maksudnya langit yang berlapis tujuh شِدَادًا (yang kokoh) lafal Syidaadan adalah bentuk jamak dari lafal Syadidatun, artinya sangat kuat lagi sangat rapi yang tidak terpengaruh oleh berlalunya zaman.

Tafsir Ibnu Katsir: وَبَنَيۡنَا فَوۡقَكُمۡ سَبۡعًا شِدَادًا (“Dan Kami bangun di atasmu tujuh buah [langit] yang kokoh.”) yakni tujuh langit dengan keluasan, ketinggian, keutuhan, kekokohan, serta penghiasannya dengan bintang-bintang yang menetap di tempatnya dan planet-planet berputar pada porosnya.

Tafsir Kemenag: Ketujuh, Allah membangun di atas manusia tujuh langit yang kokoh tanpa memiliki tiang dan tunduk kepada hukum Allah. Secara ilmiah, tujuh langit yang kokoh kemungkinan dapat diartikan dengan lapisan-lapisan atmosfer yang dekat dengan bumi ini, seperti:

(1) Troposphere (Troposfer), (2) Tropopause (Tropopaus), (3) Stratosphere (Stratosfer), (4) Stratopause (Stratopaus), (5) Mesosphere (Mesosfer), (6) Mesopause (Mesopause), dan (7) Thermosphere (Termosfer).

Pembagian ini berdasarkan temperatur (suhu) dari lapisan-lapisan atmosfer dan jaraknya dari permukaan bumi. Kekokohan lapisan-lapisan tersebut, dalam pengertian kokoh dalam menyelimuti bola bumi kita, karena adanya gaya gravitasi bumi. (lihat pula telaah ilmiah dalam Surah ar-Ra’d/13:2, Juz-13).

Pada telaah ilmiah Surah ar-Ra’d/13: 2 tersebut, pembagian lapisan atmosfer sedikit berbeda dengan yang dijelaskan pada telaah ilmiah ini, di mana Ionosfer dan Eksosfer disatukan dalam Termosfer. Namun apabila pengertian tujuh langit ini dikaitkan dengan Mi’raj Rasulullah Muhammad saw, tampak kurang tepat.

Tujuh langit dalam Surah an-Naba’/78: 12 ini mungkin dapat diartikan sebagai Tujuh Dimensi Ruang-Waktu dalam Kaluza-Klein Theory (KKT). Seperti dinyatakan dalam fisika bahwa terdapat empat (4) Gaya Fundamental yang ada di jagad raya ini, yaitu Gaya Elektromagnetik, Gaya Nuklir Lemah, Gaya Nuklir Kuat, dan Gaya Gravitasi.

Jika keempat gaya ini terbentuk dari Ledakan Besar (Big Bang) dari suatu Singularity, maka mestinya keempat gaya ini dahulunya ‘menyatu sebagai Satu Gaya Tunggal (Grand Unified Force), ini yang dikenal dalam Grand Unified Theory (GUT, Teori Ketersatuan Agung?).

KKT menjelaskan bahwa untuk dapat menerangkan ketersatuan gaya-gaya yang empat itu, maka adanya geometri ruang-waktu yang kita berada di dalamnya sekarang ini tidaklah cukup. Geometri ruang-waktu yang kita berada di dalamnya sekarang ini hanya mampu menjelaskan sedikit tentang gaya-gaya Elektromagnetik dan dalam beberapa hal Gaya Gravitasi.

Untuk bisa menjelaskan keempat gaya tersebut, maka KKT menyatakan harus ada tujuh dimensi ruang-waktu (time-space dimensions) yang lain. Dengan demikian bersama empat dimensi yang sudah dikenal, yaitu: garis, bidang, ruang dan waktu; maka total dimensi ada sebelas (11) dimensi.

Pernyataan ini berbasiskan pada perhitungan Matematika-Fisika. Berbasiskan pada KKT ini, para saintis telah mampu pula menghitung ‘garis tengah salah satu dimensi ruang-waktu itu, yaitu sebesar 10-32 cm, jadi dimensi itu sangat kecil sekali.

Dengan demikian, tidaklah mungkin dengan instrument yang ada sekarang ini kita dapat menembus tujuh dimensi ruang-waktu yang lain itu. Kaluza-Klein Theory telah memberikan gambaran adanya Tujuh Dimensi Ruang-Waktu, yang kesemuanya ini akan mengokohkan geometri jagad-raya dengan empat gaya-gaya fundamentalnya. Mungkinkah tujuh langit yang kokoh tersebut adalah tujuh dimensi ruang-waktu menurut Kaluza-Klein Theory ? Wallahu a’lam bis-sawab.

Tafsir Quraish Shihab: Kami membangun di atas kalian tujuh langit yang kokoh dan mantap.

Surah An-Naba Ayat 13
وَجَعَلۡنَا سِرَاجًا وَهَّاجًا

Terjemhan: “dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari),

Tafsir Jalalain: وَجَعَلۡنَا سِرَاجًا (Dan Kami jadikan pelita) yang menerangi وَهَّاجًا (yang amat terang) yang dimaksud adalah matahari.

Tafsir Ibnu Katsir: Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: وَجَعَلۡنَا سِرَاجًا وَهَّاجًا (“Dan Kami jadikan pelita yang amat terang,”) yakni matahari yang bersinar terang ke seluruh alam yang sinarnya menyinari seluruh penghuni bumi.

Tafsir Kemenag: Kedelapan, Allah menjadikan matahari sebagai pelita yang terang benderang, menyebarkan cahaya dan panasnya ke seluruh angkasa. Allah telah menjadikan matahari yang sinarnya mengandung obat untuk membunuh kuman-kuman dan mengusir penyakit-penyakit yang dapat mengganggu makhluk yang hidup seandainya tidak cukup mendapat sinar.

Tafsir Quraish Shihab: Kami menjadikan matahari yang bercahaya dan menghasilkan panas(1). (1) Maksud frase sirâjan wahhâjan (‘pelita yang sangat terang’) di sini adalah matahari. Sebagaimana dibuktikan oleh penemuan ilmiah, panas permukaan matahari mencapai 6. 000 derajat. Sedangkan panas pusat matahari mencapai 30 juta derajat disebabkan oleh materi-materi bertekanan tinggi yang ada pada matahari.

Sinar matahari menghasilkan energi sebagai berikut: ultraviolet 9%, cahaya 46%, dan inframerah 45%. Dari itulah ayat suci ini menyebut matahari sebagai pelita (sirâj) karena mengandung cahaya dan panas secara bersamaan.

Surah An-Naba Ayat 14
وَأَنزَلۡنَا مِنَ ٱلۡمُعۡصِرَٰتِ مَآءً ثَجَّاجًا

Terjemahan: “dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah,

Tafsir Jalalain: وَأَنزَلۡنَا مِنَ ٱلۡمُعۡصِرَٰتِ (Dan Kami turunkan dari awan yang tebal) yaitu awan yang banyak mengandung air dan sudah saatnya menurunkan air yang dikandungnya, sebagaimana halnya seorang gadis yang sudah masanya untuk berhaid مَآءً ثَجَّاجًا (air yang tercurah) artinya bagaikan air yang dicurahkan.

Tafsir Ibnu Katsir: وَأَنزَلۡنَا مِنَ ٱلۡمُعۡصِرَٰتِ مَآءً ثَجَّاجًا (“Dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah.”) al-‘Aufi meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas: al-mu’shiraati berarti angin.” Sedangkan ‘Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu ‘Abbas: minal mu’shiraati berarti dari awan.” Pendapat ini pula yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Al-Farra’ mengemukakan:

“Yaitu awan yang bersatu dengan air hujan tetapi belum sampai turun hujan.” Sebagaimana dikatakan “imra-atun mu’shirun”, yaitu jika wanita itu sudah mendekati masa haidhnya tetapi belum haidh.

Tafsir Kemenag: Kesembilan, Allah menurunkan dari awan air hujan yang banyak dan memberi manfaat, terutama untuk menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang berguna bagi manusia dan binatang. Hal itu bertujuan agar dapat menumbuhkan biji-bijian seperti gandum, sayur, padi, dan tumbuh-tumbuhan untuk bahan makanan manusia dan hewan ternak.

Demikian pula kebun-kebun dan taman-taman yang lebat dengan daun-daunnya yang rimbun. Dalam ayat ini, Allah menyebut bermacam-macam tanaman yang tumbuh di bumi, di antaranya ada yang mempunyai batang dan ada yang tidak.

Ada yang menghasilkan buah-buahan dan ada pula yang menghasilkan biji-bijian seperti gandum, padi, dan lain-lain untuk makanan manusia. Ada pula tanaman-tanaman untuk makanan binatang ternak. Semuanya itu merupakan makanan-makanan pokok dan tambahan bagi manusia.

Tafsir Quraish Shihab: Dan Kami menurunkan dari awan–di saat hujan–air yang tercurah dengan deras(1). (1) Hujan adalah sumber air tawar satu-satunya bagi bumi. Sebenarnya, hujan merupakan hasil kumpulan uap-uap air lautan dan samudera yang membentuk awan dan kemudian berubah–setelah semakin membesar–menjadi tetesan-tetesan air atau salju atau kedua-duanya. Uap-uap air yang terkumpul tadi akan tercurah dalam bentuk hujan atau embun.

Surah An-Naba Ayat 15
لِّنُخۡرِجَ بِهِۦ حَبًّا وَنَبَاتًا

Terjemhan: “supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan,

Tafsir Jalalain: لِّنُخۡرِجَ بِهِۦ حَبًّا (Supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian) seperti biji gandum وَنَبَاتًا (dan tumbuh-tumbuhan) seperti buah Tin.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: لِّنُخۡرِجَ بِهِۦ حَبًّا وَنَبَاتًا (“Supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat.”)

Tafsir Kemenag: Kesembilan, Allah menurunkan dari awan air hujan yang banyak dan memberi manfaat, terutama untuk menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang berguna bagi manusia dan binatang. Hal itu bertujuan agar dapat menumbuhkan biji-bijian seperti gandum, sayur, padi, dan tumbuh-tumbuhan untuk bahan makanan manusia dan hewan ternak.

Demikian pula kebun-kebun dan taman-taman yang lebat dengan daun-daunnya yang rimbun. Dalam ayat ini, Allah menyebut bermacam-macam tanaman yang tumbuh di bumi, di antaranya ada yang mempunyai batang dan ada yang tidak.

Ada yang menghasilkan buah-buahan dan ada pula yang menghasilkan biji-bijian seperti gandum, padi, dan lain-lain untuk makanan manusia. Ada pula tanaman-tanaman untuk makanan binatang ternak. Semuanya itu merupakan makanan-makanan pokok dan tambahan bagi manusia.

Tafsir Quraish Shihab: Agar, dengan air itu, Kami mengeluarkan biji-bijian serta tumbuh-tumbuhan sebagai bahan makanan untuk manusia dan hewan.

Surah An-Naba Ayat 16
وَجَنَّٰتٍ أَلۡفَافًا

Terjemhan: “dan kebun-kebun yang lebat?

Tafsir Jalalain: وَجَنَّٰتٍ (Dan kebun-kebun) atau taman-taman أَلۡفَافًا (yang lebat) tumbuh-tumbuhannya; lafal Alfaafan bentuk jamak dari lafal Lafiifun, wazannya sama dengan lafal Syariifun yang bentuk jamaknya adalah Asyraafun.

Tafsir Ibnu Katsir: وَجَنَّٰتٍ (“Serta kebun-kebun.”) yakni kebun buah-buahan yang beraneka ragam dan dengan aneka warna serta rasa dan aroma yang berbeda-beda, meski hal itu berada dan berkumpul di satu tempat. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: وَجَنَّٰتٍ أَلۡفَافًا (“Dan kebun-kebun yang lebat.”) Ibnu ‘Abbas dan juga yang lainnya mengatakan: “Alfaafan berarti berkumpul.”

Tafsir Kemenag: Kesembilan, Allah menurunkan dari awan air hujan yang banyak dan memberi manfaat, terutama untuk menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang berguna bagi manusia dan binatang. Hal itu bertujuan agar dapat menumbuhkan biji-bijian seperti gandum, sayur, padi, dan tumbuh-tumbuhan untuk bahan makanan manusia dan hewan ternak.

Demikian pula kebun-kebun dan taman-taman yang lebat dengan daun-daunnya yang rimbun. Dalam ayat ini, Allah menyebut bermacam-macam tanaman yang tumbuh di bumi, di antaranya ada yang mempunyai batang dan ada yang tidak.

Ada yang menghasilkan buah-buahan dan ada pula yang menghasilkan biji-bijian seperti gandum, padi, dan lain-lain untuk makanan manusia. Ada pula tanaman-tanaman untuk makanan binatang ternak. Semuanya itu merupakan makanan-makanan pokok dan tambahan bagi manusia.

Tafsir Quraish Shihab: Juga kebun-kebun yang dipenuhi oleh pepohonan lebat yang dahan-dahannya saling berkelindan.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah An-Naba Ayat 1-16 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S