Surah Az-Zumar Ayat 1-4; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Az-Zumar Ayat 1-4

Pecihitam.org – Kandungan Surah Az-Zumar Ayat 1-4 ini, sebelum membahas kandungan ayat terlebih dahulu kita memahami isi surah ini. surah ini termasuk kelompok surah yang diturunkan pada periode Mekah, kecuali ayat- ayat 52, 53 dan 54 yang turun pada periode Madinah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Surah ini diawali dengan isyarat betapa tingginya kedudukan al-Qur’ân, ajakan untuk memurnikan ibadah hanya kepada Allah, dan bantahan terhadap orang yang mengatakan bahwa Allah mempunyai anak. Setelah itu, surah ini membicarkan tanda-tanda kekuasaan Allah dalam penciptaan langit, bumi dan manusia.

Ihwal bahwa jika manusia mengingkari Allah Dia tetap Mahakaya dan tidak membutuhkannya, dan apabila mereka bersyukur akan diridai Allah; dan bahwa Allah tidak akan pernah merelakan kekufuran, juga merupakan persoalan-persoalan yang dibahas dalam surat ini. 

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Az-Zumar Ayat 1-4

Surah Az-Zumar Ayat 1
تَنزِيلُ ٱلۡكِتَٰبِ مِنَ ٱللَّهِ ٱلۡعَزِيزِ ٱلۡحَكِيمِ

Terjemahan: Kitab (Al Quran ini) diturunkan oleh Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Tafsir Jalalain: تَنزِيلُ ٱلۡكِتَٰبِ (Turunnya Kitab ini) yakni Alquran; berkedudukan sebagai Mubtaba مِنَ ٱللَّهِ (dari Allah) berkedudukan sebagai Khabar dari Mubtada ٱلۡعَزِيزِ (Yang Maha Perkasa) di dalam kerajaan-Nya ٱلۡحَكِيمِ (lagi Maha Bijaksana) dalam tindakan-Nya.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah memberikan kabar bahwa turunnya Kitab ini, yaitu al-Qur’an al-Adhiim adalah dari sisi Allah. Itulah kebenaran yang tidak mengandung kerancuan dan keraguan. تَنزِيلُ ٱلۡكِتَٰبِ مِنَ ٱللَّهِ ٱلۡعَزِيزِ ٱلۡحَكِيمِ (“Kitab [al-Qur’an ini] diturunkan oleh Allah Yang Mahaperkasa,”) yaitu Mahakokoh dan Mahahebat. Al hakiim (“lagi Mahabijaksana”) yaitu dalam segala perkataan, perbuatan, syariat dan takdir-Nya.

Tafsir Kemenag: Allah menjelaskan bahwa Al-Qur’an yang bernilai tinggi ini, diturunkan dari sisi Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Disebutkan sifat Allah Yang Mahaperkasa dan Mahabijaksana dalam Ayat ini agar tergambar bagi orang yang mendengar atau membacanya bahwa Al-Qur’an itu mengandung petunjuk-petunjuk yang benar. Nilai-nilai kebenarannya tidak dapat disanggah atau dibantah oleh siapa pun juga, dan nilai-nilai kebijaksanaan di dalamnya tidak dapat diragukan.

Bukti-bukti kebenaran bahwa Al-Qur’an itu diturunkan dari Allah dan mengandung petunjuk yang benar dijelaskan juga dalam Ayat-Ayat yang lain.

Allah berfirman: Dan sungguh, (Al-Qur’an) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan seluruh alam, yang dibawa turun oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar engkau termasuk orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas. (asy-Syu’ara’/26: 192-195)

Dan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al-Qur’an ketika (Al-Qur’an) itu disampaikan kepada mereka (mereka itu pasti akan celaka), dan sesungguhnya (Al-Qur’an) itu adalah Kitab yang mulia, (yang) tidak akan didatangi oleh kebatilan baik dari depan maupun dari belakang (pada masa lalu dan yang akan datang), yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana, Maha Terpuji. (Fushshilat/41: 41-42).

Tafsir Quraish Shihab: Surat ini termasuk kelompok surat yang diturunkan pada periode Mekah, kecuali Ayat- Ayat 52, 53 dan 54 yang turun pada periode Madinah. Surat ini diawali dengan isyarat betapa tingginya kedudukan al-Qur’ân, ajakan untuk memurnikan ibadah hanya kepada Allah, dan bantahan terhadap orang yang mengatakan bahwa Allah mempunyai anak. Setelah itu, surat ini membicarkan tanda-tanda kekuasaan Allah dalam penciptaan langit, bumi dan manusia.

Ihwal bahwa jika manusia mengingkari Allah Dia tetap Mahakaya dan tidak membutuhkannya, dan apabila mereka bersyukur akan diridai Allah; dan bahwa Allah tidak akan pernah merelakan kekufuran, juga merupakan persoalan-persoalan yang dibahas dalam surat ini. Selain itu, dibicarakan pula watak dan tabiat manusia yang secara umum memiliki dua karakter.

Pertama, apabila tertimpa musibah ia akan berdoa dan kembali kepada Tuhannya dan, kedua, apabila mendapat kebahagiaan ia segera melupakan apa yang dahulu dimintanya. Kemudian dibicarakan pula perbandingan antara orang yang waspada menghadapi kehidupan akhirat dan mengharap rahmat Tuhannya dengan orang-orang yang membangkang Tuhannya, serta balasan masing-masing di hari kiamat.

Ihwal pemberian rahmat kepada mereka dengan menurunkan air hujan, juga disebut di sini. Dengan air itu, Allah menghidupkan bumi setelah sebelumnya tandus dan mati, dan menumbuhkan pepohonan dan proses pertumbuhannya yang melalui beberapa fase. Itu semua mengandung peringatan dan pelajaran bagi orang-orang yang berakal.

Surah ini kemudian berbicara kembali mengenai al-Qur’ân dan pengaruhnya terhadap orang-orang yang takut kepada Tuhan. Di dalam al-Qur’ân itu, Allah memberikan berbagai tamsil agar mereka mau mengambil pelajaran dan peringatan, al-Qur’ân yang tidak bengkok, supaya mereka bersiap- siap dan berhati-hati. Di bagian lain, terdapat perbandingan antara hamba yang musyrik dan hamba yang tulus beribadah kepada Allah.

Mereka tidaklah sama! Juga terdapat peringatan bahwa kematian adalah suatu keniscayaan bagi semua makhluk hidup. Mereka akan saling menyalahkan di hadapan Allah. Selain itu, terdapat pula keterangan mengenai akhir perjalanan orang yang mendustakan Allah dan menustakan kebenaran yang dibawa Rasul-Nya, serta akhir perjalanan orang-orang yang benar dalam perkataannya dan membenarkan serta mempercayai ajaran-ajaran yang disampaikan mereka.

Surah ini mengisahkan pula bahwa orang-orang musyrik, apabia ditanya mengenai siapa pencipta langit dan bumi, akan mengatakan “Allah”. Tetapi, kendati demikian, mereka tetap menyembah berhala yang sama sekali tidak dapat menolak musibah yang dikehendaki Allah dan tidak bisa pula menahan rahmat jika Allah berkehendak menurunkannya kepada mereka. Setelah itu, surah ini menegaskan bahwa kitab suci al-Qur’ân ini diturunkan dengan benar.

Oleh karena itu, barangsiapa yang mau mengambil petunjuk dari al-Qur’ân, maka keuntungannya akan kembali kepada dirinya sendiri. Begitu pula sebaliknya, barangsiapa yang tersesat, maka dosanya pun akan ditanggung sendiri. Selain itu, surat ini menegaskan pula bahwa Rasulullah saw. diutus bukan sebagai penguasa. Setelah itu, surat ini kembali mengingatkan mereka, orang-orang musyrik, tentang kematian dan hari kebangkitan, dan bahwa apa yang mereka anggap sebagai sekutu-sekutu Allah tidak memiliki apa-apa, bahkan syafaat sekalipun. Syafaat hanya ada pada Allah Swt.

Ketika pembicaraan mengenai ancaman yang diberikan kepada orang-orang yang durhaka dan orang-orang yang berlebih- lebihan berupa siksa yang sangat pedih–yang bisa jadi menimbulkan perasaan putus asa akan rahmat Allah pada diri manusia–Allah membuka pintu harapan lagi. Firman-Nya yang berbunyi:

Baca Juga:  Surah Abasa Ayat 33-42; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

“Katakan, wahai Muhammad, kepada orang-orang yang berlebih-lebihan atas diri mereka, ‘Jangan kalian berputus asa akan rahmat Allah. Sesungguhnya Allah akan mengampuni semua dosa. Dia sungguh Maha Pengampun dan Maha Pengasih’,” yang disebut di bagian akhir surat ini, adalah isyarat untuk itu.

Allah kemudian mengajak mereka untuk kembali kepada-Nya sebelum datangnya siksaan secara tiba-tiba pada saat mereka tidak merasakannya. Dalam hal ini, Allah berfirman, “Pada hari kiamat kamu akan melihat wajah orang-orang yang mendustakan Allah tampak hitam, dan orang-orang yang bertakwa kepada-Nya tidak akan menderita dan tidak akan bersedih hati.”

Surah ini kemudian diakhiri dengan pembicaraan mengenai hari akhir, mulai dari peniupan sangkakala yang membuat semua makhluk yang ada di langit dan di bumi jatuh tersungkur, kecuali mereka yang dikehendaki-Nya, sampai kepada pengambilan hak oleh masing-masing orang. Penghuni neraka akan digiring ke dalam neraka, dan penghuni surga akan diantar ke surga.

Penghuni surga akan berkata, “Puji syukur bagi Allah yang telah menepati janji-Nya kepada kita.” Perkara antara mereka telah diputuskan dengan benar. Mereka pun, kemudian, mengucapkan, “Al-hamd-u lillâh-i rabb-i al-‘âlamîn.”]] Penurunan al-Qur’ân adalah oleh Allah yang kehendak-Nya tidak dikendalikan oleh siapa pun, Yang Mahabijaksana pada setiap tindakan dan ketetapan hukum-Nya.

Surah Az-Zumar Ayat 2
إِنَّآ أَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ فَٱعۡبُدِ ٱللَّهَ مُخۡلِصًا لَّهُ ٱلدِّينَ

Terjemahan: Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.

Tafsir Jalalain: إِنَّآ أَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ (Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu) hai Muhammad ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ (Kitab Alquran dengan membawa kebenaran) lafal Bilhaqqi berta’alluq kepada lafal Anzalnaa. فَٱعۡبُدِ ٱللَّهَ مُخۡلِصًا لَّهُ ٱلدِّينَ (Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya) yakni dari kemusyrikan, maksudnya mentauhidkan-Nya.

Tafsir Ibnu Katsir: إِنَّآ أَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ فَٱعۡبُدِ ٱللَّهَ مُخۡلِصًا لَّهُ ٱلدِّينَ (“Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu al-Kitab [al-Qur’an] dengan [membawa] kebenaran. Maka ibadahilah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.”) yaitu beribadahlah kepada Allah Yang Mahaesa Yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan serulah manusia ke arah hal tersebut, serta beritahukanlah kepada mereka bahwa peribadahan tidak layak kecuali hanya kepada-Nya, dan Dia tidak memiliki sekutu, tandingan dan bandingan.

Tafsir Kemenag: Allah menjelaskan bahwa Dia menurunkan kepada rasul-Nya Kitab Al-Qur’an, dengan membawa kebenaran dan keadilan. Maksud “membawa kebenaran” dalam Ayat ini ialah membawa perintah kepada seluruh manusia agar mereka beribadah hanya kepada Allah Yang Maha Esa. Kemudian Allah menjelaskan cara beribadah yang benar itu hanyalah menyembah Allah semata, dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, bersih dari pengaruh syirik dan ria.

Kebenaran yang terdapat dalam Al-Qur’an itu sesuai dengan kebenaran yang termuat dalam kitab-kitab yang diturunkan kepada rasul sebelumnya. Dengan demikian, semua peribadatan yang ditujukan kepada selain Allah atau peribadatan yang tidak langsung ditujukan kepada-Nya adalah peribadatan yang tidak benar.

Tafsir Quraish Shihab: Sesungguhnya Kami menurunkan al-Qur’ân ini dengan memerintahmu untuk melakukan kebenaran. Oleh karena itu, beribadahlah kamu hanya kepada Allah dengan penuh ikhlas.

Surah Az-Zumar Ayat 3
أَلَا لِلَّهِ ٱلدِّينُ ٱلۡخَالِصُ وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَ مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ إِنَّ ٱللَّهَ يَحۡكُمُ بَيۡنَهُمۡ فِى مَا هُمۡ فِيهِ يَخۡتَلِفُونَ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِى مَنۡ هُوَ كَٰذِبٌ كَفَّارٌ

Terjemahan: Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.

Tafsir Jalalain: أَلَا لِلَّهِ ٱلدِّينُ ٱلۡخَالِصُ (Ingatlah, hanya kepada Allahlah ketaatan yang murni itu) tiada seorang pun yang berhak menerimanya selain-Nya. وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِهِۦٓ (Dan orang-orang yang mengambil selain-Nya) yang mengambil berhala-berhala أَوۡلِيَآءَ (sebagai pelindung) mereka adalah orang-orang kafir Mekah yang mengatakan, مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ (“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.”) yakni untuk mendekatkan diri kami kepada-Nya. Lafal Zulfaa adalah Mashdar yang maknanya sama dengan lafal Taqriiban/mendekatkan diri.

إِنَّ ٱللَّهَ يَحۡكُمُ بَيۡنَهُمۡ (Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka) dan kaum Muslimin فِى مَا هُمۡ فِيهِ يَخۡتَلِفُونَ (tentang apa yang mereka berselisih padanya) tentang masalah agama, maka kelak orang-orang yang beriman akan masuk surga dan orang-orang yang kafir akan masuk neraka.

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِى مَنۡ هُوَ كَٰذِبٌ (Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang yang pendusta) yaitu orang yang mengatakan terhadap Allah, bahwa Dia mempunyai anak كَفَّارٌ (lagi sangat ingkar) karena menyembah kepada selain-Nya.

Tafsir Ibnu Katsir: Untuk itu Allah berfirman: أَلَا لِلَّهِ ٱلدِّينُ ٱلۡخَالِصُ (“ingatlah hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih [dari syirik].”) tidak ada satupun yang diterima kecuali amal-amal yang dilakukan oleh palakunya secara ikhlas karena Allah Mahaesa Yang tidak ada sekutu bagi-Nya.

Qatadah berkata tentang firman Allah: أَلَا لِلَّهِ ٱلدِّينُ ٱلۡخَالِصُ (“ingatlah hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih [dari syirik].”) yaitu syahadat laa ilaaHa illallaaH (tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah).

Kemudian Allah memberikan kabar tentang orang-orang musyrik penyembah berhala, bahwa mereka berkata: مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ (“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.”) yaitu alasan yang membawa mereka untuk menyembah berhala-berhala itu adalah dikarenakan mereka secara sengaja membuat dalam bentuk para malaikat muqarrabin –menurut dugaan mereka- lalu disembahlah patung-patung itu sebagai ganti peribadahan mereka kepada para malaikat agar para malaikat itu memberikan syafaat kepada mereka di sisi Allah untuk menolong dan memberikan rizky kepada mereka dan hal-hal yang mereka butuhkan dalam urusan dunia. Sedangkan kepada hari akhir (akhirat), mereka mengingkari dan mengkufurinya.

Baca Juga:  Surah Az-Zumar Ayat 36-40; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Qatadah, as-Suddi, Malik dari Zaid bin Aslam dan Ibnu Zaid berkata: إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ (“melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.”) yaitu agar mereka memberikan syafaat kepada kami dan mendekatkan kami kepada-Nya.” dan dahulu pada masa jahiliyah, mereka mengucapkan talbiyah mereka ketika haji:

“Aku penuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu kecuali sekutu yang Engkau miliki, Engkau memilikinya sedangkan dia tidak memiliki. Syubhat inilah yang dipegang teguh oleh musyrikin sejak dulu hingga masa berikutnya. Dan para Rasul –semoga shalawat dan salam Allah dicurahkan kepada mereka- datang untuk menolak dan melarangnya serta menyerukan tentang keesaan peribadahan hanya kepada Allah semata Yang tidak ada sekutu bagi-Nya.

Sesungguhnya sesuatu yang dibuat-buat sendiri oleh musyrikin adalah sesuatu yang tidak diizinkan dan tidak diridlai oleh Allah, bahkan merupakan sesuatu yang dimurkai dan dilarang-Nya.

وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِىٓ إِلَيۡهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدُونِ (“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul sebelummu, melainkan Kami mewahyukan kepadanya: ‘Bahwasannya tidak ada ilah [yang haq] melainkan Aku, maka ibadahilah olehmu sekalian akan Aku.’”)(al-Anbiyaa’: 25)

Dan Dia memberikan kabar bahwa para Malaikat yang ada di langit dan golongan malaikat muqarrabin yang lainnya, kesemuanya adalah hamba-hamba yang tunduk kepada Allah. Mereka tidak dapat memberikan syafaat di sisi-Nya kecuali dengan izin-Nya kepada orang yang diridlai-Nya, tidak seperti gubernur di sisi raja-raja mereka yang memberikan syafaat di sisi mereka tanpa izinnya tentang sesuatu yang dicintai oleh para raja dan yang tidak dicintainya.

Firman Allah: إِنَّ ٱللَّهَ يَحۡكُمُ بَيۡنَهُمۡ (“Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka.”) yaitu pada hari kiamat. فِى مَا هُمۡ فِيهِ يَخۡتَلِفُونَ (“Tentang apa yang mereka berselisih padanya.”) yaitu Dia akan memutuskan [hukum] di antara para makhluk-Nya pada hari kembalinya mereka serta akan membalas setiap pelaku sesuai amalnya.

Firman Allah: إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِى مَنۡ هُوَ كَٰذِبٌ كَفَّارٌ (“Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.”) yaitu tidak memberikan petunjuk menuju hidayahh kepada orang yang bermaksud mendustakan dan mengada-ada tentang Allah Ta’ala dan hatinya kafir dengan Ayat-Ayat, hujjah-hujjah dan bukti-bukti-Nya.

Tafsir Kemenag: Allah lalu memerintahkan kepada rasul-Nya agar mengingatkan kaumnya bahwa agama yang suci adalah agama Allah. Maksud agama dalam Ayat ini ialah ibadah dan taat. Oleh sebab itu, ibadah dan taat itu hendaknya ditujukan kepada Allah semata, bersih dari syirik dan ria.

Penyembah berhala berpendapat bahwa Allah adalah Zat yang berada di luar jangkauan indera manusia. Oleh sebab itu, tidak mungkin manusia dapat langsung beribadah kepada-Nya. Apabila manusia ingin beribadah kepada-Nya, menurut mereka, hendaknya memakai perantara yang diserahi tugas untuk menyampaikan ibadah mereka itu kepada Allah.

Perantara-perantara itu ialah malaikat dan jin, yang kadang-kadang menyerupai bentuk manusia. Mereka ini dianggap Tuhan. Adapun patung-patung yang dipahat yang diletakkan di rumah-rumah ibadah adalah patung yang menggambarkan tuhan, tetapi bukanlah Tuhan yang sebenarnya.

Hanya saja pada umumnya kebodohan menyebabkan mereka, tidak lagi membedakan antara patung dan Tuhan sehingga mereka menyembah patung itu sebagaimana menyembah Allah, seperti keadaan orang-orang yang menyembah binatang. Mereka itu tidak lagi membedakan antara menyembah binatang dan menyembah Pencipta binatang.

Orang-orang Arab Jahiliah melukiskan patung-patung dengan bermacam-macam bentuk, ada patung yang menggambarkan bintang-bintang, malaikat-malaikat, nabi-nabi, dan orang-orang saleh yang telah berlalu. Mereka menyembah patung-patung itu sebagai simbol bagi masing-masing sembahan itu.

Demikianlah anggapan kaum musyrikin di masa lalu dan menjelang diutusnya Muhammad saw sebagai rasul. Kemudian datanglah Rasulullah dengan mengemban perintah untuk membinasakan sembahan-sembahan mereka itu dan mengikis habis anggapan yang salah dari pikiran mereka, serta menggantinya dengan ajaran yang menuntun pikiran agar beragama tauhid.

Allah berfirman: Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah thagut.” (an-Nahl/16: 36). Dan firman-Nya: Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku. (al-Anbiya’/21: 25)

Sebagai penjelasan lebih luas tentang pengakuan orang-orang Quraisy terhadap adanya Allah, dituturkan oleh Qatadah bahwa apabila orang-orang musyrik Mekah itu ditanya siapa Tuhan mereka, siapa yang menciptakan mereka, dan siapa yang menciptakan langit dan bumi serta menurunkan hujan dari langit, mereka menjawab, “Allah.”

Kemudian apabila ditanyakan kepada mereka, mengapa mereka menyembah berhala-berhala, mereka pun menjawab, “Supaya berhala-berhala itu mendekatkan mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya dan berhala-berhala itu memberi syafaat pada saat mereka memerlukan pertolongan dari sisi Allah.”

Kemudian mengenai sikap kaum musyrikin yang serupa itu Allah berfirman: Maka mengapa (berhala-berhala dan tuhan-tuhan) yang mereka sembah selain Allah untuk mendekatkan diri (kepada-Nya) tidak dapat menolong mereka? Bahkan tuhan-tuhan itu telah lenyap dari mereka? (al-A.hqaf/46: 28)

Allah mengancam sikap dan perbuatan mereka serta menampakkan kepada mereka akibat yang akan mereka rasakan. Allah akan memutuskan apa yang mereka perselisihkan itu pada hari perhitungan. Pada hari itu, kebenaran agama tauhid tidak akan dapat ditutup-tutupi lagi dan kebatilan penyembahan berhala akan tampak dengan jelas. Masing-masing pemeluknya akan mendapat imbalan yang setimpal.

Orang-orang yang tetap berpegang kepada agama tauhid akan mendapat tempat kembali yang penuh kenikmatan. Sedang orang-orang yang selalu bergelimang dalam lembah kemusyrikan akan mendapat tempat kembali yang penuh dengan penderitaan.

Pada bagian akhir Ayat ini, Allah menandaskan bahwa Dia tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang mendustakan kebenaran dan mengingkari agama tauhid karena kesesatan mereka yang tak dapat dibetulkan lagi. Macam-macam cara yang mereka tempuh untuk menyekutukan Allah dengan tuhan-tuhan yang lain, seperti menyembah berhala, atau beranggapan bahwa Allah mempunyai anak dan sebagainya. Semua itu tiada lain hanyalah anggapan mereka yang jauh dari kebenaran dan menyeret mereka ke lembah kesesatan.

Baca Juga:  Surah Az-Zumar Ayat 9; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Quraish Shihab: Ingatlah bahwa hanya Allah yang memiliki agama yang benar tanpa cacat. Orang-orang musyrik yang mengaku mempunyai penolong selain Allah berkata, “Kami menyembah mereka bukan karena mereka itu pencipta. Kami hanya menyembah mereka agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan syafaat yang akan mereka berikan kepada kami di hadapan Allah.”

Allah akan memutuskan hukum di antara orang-orang musyrik dan orang-orang Mukmin yang mengesakan Allah tentang perkara syirik dan tauhid yang dahulu mereka perselisihkan. Allah tidak akan menunjukkan kebenaran kepada orang yang kebiasaannya berbohong dan cenderung selalu berbuat bohong.

Surah Az-Zumar Ayat 4
لَّوۡ أَرَادَ ٱللَّهُ أَن يَتَّخِذَ وَلَدًا لَّٱصۡطَفَىٰ مِمَّا يَخۡلُقُ مَا يَشَآءُ سُبۡحَٰنَهُۥ هُوَ ٱللَّهُ ٱلۡوَٰحِدُ ٱلۡقَهَّارُ

Terjemahan: Kalau sekiranya Allah hendak mengambil anak, tentu Dia akan memilih apa yang dikehendaki-Nya di antara ciptaan-ciptaan yang telah diciptakan-Nya. Maha Suci Allah. Dialah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.

Tafsir Jalalain: لَّوۡ أَرَادَ ٱللَّهُ أَن يَتَّخِذَ وَلَدًا (Kalau sekiranya Allah hendak mengambil anak) seperti apa yang mereka katakan, yaitu sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya, “Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak…” (Q.S. Al-Anbiya, 26) لَّٱصۡطَفَىٰ مِمَّا يَخۡلُقُ مَا يَشَآءُ (tentu Dia akan memilih apa yang dikehendaki-Nya di antara ciptaan-ciptaan yang diciptakan-Nya) untuk dijadikan-Nya anak; bukan seperti apa yang telah mereka katakan, bahwa para malaikat itu adalah anak-anak perempuan Allah, Uzair itu putra Allah dan juga Al-Masih adalah putra Allah سُبۡحَٰنَهُۥ (Maha Suci Allah) kalimat ini memahasucikan-Nya dari mengambil anak هُوَ ٱللَّهُ ٱلۡوَٰحِدُ ٱلۡقَهَّارُ (Dialah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan) semua makhluk-Nya.

Tafsir Ibnu Katsir: Kemudian Allah menjelaskan bahwa Dia tidak memiliki anak seperti yang disangkakan oleh kaum musyrikin yang bodoh tentang malaikat seperti kaum Yahudi dan Nasrani pembangkang tentang ‘Uzair dan ‘Isa. Maka Allah berfirman:

لَّوۡ أَرَادَ ٱللَّهُ أَن يَتَّخِذَ وَلَدًا لَّٱصۡطَفَىٰ مِمَّا يَخۡلُقُ مَا يَشَآءُ (“Kalau sekiranya Allah hendak mengambil anak, tentu Dia akan memilih apa yang dikehendaki-Nya di antara ciptaan-ciptaan yang telah diciptakan-Nya.”) yaitu niscaya urusannya berbeda dengan apa yang mereka duga. Ini adalah syarat yang tidak harus dan tidak boleh terjadi, bahkan sesuatu yang mustahil.

Tujuannya hanyalah untuk menganggap bodoh mereka tentang apa yang mereka sangka dan duga, sebagaimana Allah berfirman: “Sekiranya Kami hendak membuat suatu permainan [istri dan anak] tentulah Kami akan membuat dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian, [tentulah Kami telah melakukannya].” (al-Anbiyaa’: 17)

قُلۡ إِن كَانَ لِلرَّحۡمَٰنِ وَلَدٌ فَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلۡعَٰبِدِينَ (“Katakanlah: ‘Jika benar [Rabb] Yang Mahapemurah mempunyai anak, maka akulah [Muhammad] orang yang mula-mula memuliakan [anak itu].’”)(az-Zukhruf: 81). Semua itu merupakan syarat, sedangkan syarat boleh dikaitkan dengan sesuatu yang mustahil terhadap apa yang dimaksud pembicara.

Firman Allah: سُبۡحَٰنَهُۥ هُوَ ٱللَّهُ ٱلۡوَٰحِدُ ٱلۡقَهَّارُ (“Mahasuci Dia. Dia-lah Allah Yang Mahaesa lagi Mahamengalahkan.”) yaitu Mahatinggi, Mahasuci, Mahakudus dari memiliki anak, karena Dia adalah Mahaesa Yang Tunggal, Rabb yang seluruh makhluk tergantung kepada-Nya, segala sesuatu adalah hamba dan membutuhkan-Nya. Dia tidak membutuhkan segala sesuatu selain-Nya, Yang Mahamengalahkan segala sesuatu. Maka semuanya tunduk, hina dan patuh kepada-Nya. Mahaberkah dan Mahatinggi Dia dari apa yang dikatakan oleh orang-orang dhalim yang menentang.

Tafsir Kemenag: Allah menjelaskan dengan lebih rinci perbuatan yang menyebabkan mereka terjerumus ke dalam kesesatan. Allah mengemukakan bahwa sekiranya Dia berkeinginan untuk mengambil anak, tentulah Dia tidak akan mengambil anak seperti yang mereka katakan. Sudah tentu Allah berkuasa memilih anak menurut kehendak-Nya, dan yang dipilih itu tentunya anak lelaki. Akan tetapi, mengapa orang-orang kafir Mekah itu mengatakan bahwa Allah mempunyai anak perempuan, padahal mereka sendiri enggan mempunyai anak perempuan?

Allah berfirman: Ataukah (pantas) untuk Dia anak-anak perempuan sedangkan untuk kamu anak-anak laki-laki? (ath-thur/52: 39)

Dan firman-Nya: Apakah (pantas) untuk kamu yang laki-laki dan untuk-Nya yang perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. (an-Najm/53: 21-22)

Anggapan bahwa Allah mempunyai anak bagaimana pun juga bentuknya, adalah termasuk mempersekutukan Allah dengan tuhan-tuhan yang lain. Hal ini berarti memecah-belah kekuasaan Tuhan. Bagaimana pun juga anak itu tentunya mewarisi kekuasaan dari ayah, dan apabila kekuasaan itu terbagi, maka hilanglah kemahakuasaan Allah. Hal ini tidak bisa terjadi karena Allah yang menciptakan langit dan bumi serta isinya, tentu mempunyai kekuasaan tidak terbatas, sehingga kekuasaan-Nya pun tidak mungkin terbagi-bagi.

Itulah sebabnya maka Allah menandaskan bahwa Mahasuci Dia dari sifat-sifat yang dikemukakan oleh orang-orang musyrik itu. Sebaliknya Allah menandaskan bahwa Dia Maha Esa, tidak beranak dan tidak berbapak. Dia tidak memerlukan sesuatu apa pun, bahkan Dia Maha Mengalahkan. Dia berkuasa menundukkan apa saja yang ada di langit dan di bumi serta seluruh isinya, dan memaksanya tunduk takluk di bawah kekuasaan-Nya dan patuh menurut kehendak-Nya.

Tafsir Quraish Shihab: Seandainya Allah berkehendak mempunyai anak–seperti dikatakan orang-orang Nasrani tentang ‘Isâ al-Masîh dan orang-orang musyrik tentang malaikat–tentu Dia mengambil siapa saja di antara makhluk ciptaan-Nya sebagai anak yang Dia kehendaki, dan bukan yang kalian kehendaki. Allah Mahasuci untuk mempunyai anak. Dia adalah Allah yang tidak diserupai oleh apa pun dan Dia Maha Penakluk.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Az-Zumar Ayat 1-4 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S