Suami Pergi Lama Tanpa Kabar, Bolehkah Istri Menikah lagi?

suami pergi tanpa kabar

Pecihitam.org – Kadang kita mendengar berita orang yang menghilang karena bencana, musibah ketika pergi di perantauan atau apapun yang menjadikan seseorang menghilang tanpa jejak dan tanpa kabar apapun. Sehingga menjadikan seseorang bingung dengan status yang dimilikinya, seperti seorang istri yang suami pergi menghilang tanpa kabar, menjadikan status dirinya menggantung. Dari masalah ini sehingga timbul pertanyaan ketika suami pergi lama tanpa kabar bolehkan istri menikah lagi?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Para ulama fiqh 4 madzhab sepakat bahwa sang istri tidak boleh langsung menikah. Ia harus mencari kejelasan nasib suaminya terlebih dahulu, termasuk mempertimbangkan apakah tempat suaminya bekerja itu daerah yang aman atau tidak? Atau bertanya kepada rekan-rekan sekerjanya.

Jika sudah ada indikator kuat bahwa sang suami tidak akan kembali, ia boleh mengajukan gugat-cerai (fasakh) ke pengadilan dengan menghadirkan dua orang saksi (yang adil). Setelah ada keputusan cerai dari pengadilan (qadli), barulah sang istri boleh menikah lagi.

Mengenai lamanya masa tunggu yang membolehkan gugat-cerai ke pengadilan. Menurut ulama Syafi’iyyah (Qaul Qadim), sang istri boleh mengajukan fasakh setelah menanti selama 4 tahun, ditambah masa iddah wafat (4 bulan 10 hari).

Sedangkan menurut Malikiyah, sang istri harus menunggu selama 3 tahun, ada pula yang membatasi hanya 1 tahun (qaul mu’tamad). Bahkan menurut Hanabilah, sang istri cukup menunggu 6 bulan untuk mengajukan gugatan cerai ke pengadilan. Pendapat ini didasarkan pada riwayat Umar ibn al-Khattab.

Baca Juga:  Meneladani Rasulullah dengan Mengambil Manfaat Puasa Senin Kamis

Ada juga ulama yang mengharuskan menunggu hingga mencapai usia umumnya manusia hidup (70 hingga 80 tahun versi Malikiyah, dan 70 hingga 90 tahun versi Hanabilah). Sebagian lagi mematok usia 120 tahun. Pendapat ini didasarkan pada riwayat Ali ibn Abi Thalib. Tapi ini sulit dijalani dan sangat spekulatif.

Namun bagaimana ketika ternyata suami masih hidup dan istri sudah menikah lagi jawabannya adalah si istri menjadi istri si suami yang baru. Karena suami yang tidak ada kabrnya tersebut sudah terputus pada putusan hakim. Dan bisa jadi suami memiliki dua opsi yaitu, menarik istrinya yang telah menikah dengan laki-laki lain atau merelakan istrinya dengan suaminya yang baru dengan kompensasi mahar mitsil yang harus dibayar suami yang baru itu.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an tentang keinginan dalam hati untuk menikah padahal dia masih dalam masa ‘iddah, sehingga bagi para istri sebaiknya mengikuti aturan dan syariat yang ada.

وَلَا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ

“Janganlah kamu ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu. Maka takutlah kepadaNya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah: 235)

Baca Juga:  Bolehkah Menggunakan Rambut Palsu Sekaligus Difungsikan sebagai Jilbab?

Kemudian diperjelas lagi dalam Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Aayi al-Qur’an

يَعْنِي تَعَالَى ذِكْرَهُ بِقَوْلِهِ وَلَا تُصَحِّحُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ فِي عِدَّةِ الْمَرْأَةِ الْمُعْتَدَّةِ فَتُوجِبُوهَا بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُنَّ وَتُعَقِّدُوهَا قَبْلَ انْقِضَاءِ الْعِدَّةِ يَعْنِي يَبْلُغْنَ أَجَلَ الْكِتَابِ الَّذِي بَيَّنَهُ اللهُ تَعَالَى ذَكَرَهُ بِقَوْلِهِ [البقرة 234] فَجَعَلَ بُلُوْغَ الْأَجَلِ لِلْكِتَابِ وَالْمَعْنَى لِلْمُتَنَاكِحَيْنِ أَنْ لَا يَنْكِحَ الرَّجُلُ الْمَرْأَةَ الْمُعْتَدَّةَ فَيَعْزِمُ عُقْدَةَ النِّكَاحِ عَلَيْهَا حَتَّى تَنْقَضِيَ عِدَّتُهَا فَيَبْلُغُ الْأَجَلُ الَّذِي أَجَّلَهُ اللهُ فِي كِتَابِهِ لِانْقِضَائِهَا

Maksud Allah Swt. dengan firmanNya: “Janganlah kamu ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah.” adalah jangan kalian sahkan akad nikah wanita yang masih dalam masa ‘iddah. Lalu kalian tetapkan wanita tersebut antara kalian dan mereka para wanita, dan kalian nikahi dia sebelum habis masa iddahnya. Firman Allah Swt.: “Sebelum habis ‘iddahnya.” adalah sehingga wanita itu sampai pada batas habis masa ‘iddahnya, yang telah dijelaskan Allah Swt dengan firmanNya: “Dan orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian dengan meninggalkan isteri-isteri, (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari. (QS. Al-Baqarah: 234).,

Allah telah menyebutkan batas masa ‘iddah dalam al-Qur’an. Sehingga perlu dimengerti bagi sepasang calon pengantin, si calon mempelai laki-laki tidak boleh menikahi calon mempelai perempuan yang masih dalam masa ‘iddah. Lalu ia berkeinginan mengikatnya dengan tali pernikahan, kecuali ia telah menghabiskan masa ‘iddahnya. Maka seketika itu pula batas waktu ‘iddah yang Allah tetapkan dalam al-Qur’an sudah habis.

Baca Juga:  Doa Ketika Bersenggama Kajian Kitab Fathul Izar Bagian 5

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا ۖ فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“Dan orang-orang yang meninggal dunia diantara kalian dengan meninggalkan istri-istri, (hendaknya para istri tersebut) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari. (QS.Al-Baqoroh:234)

Sehingga bisa dikatakan bahwa ketika suami pergi tanpa ada kabar istri nikah lagi itu hukumnya boleh, asalkan mengikuti syariat dan aturan yang ada, dengan mendatangi hakim agar jelas keputusannya serta perhatikan masa ‘iddah tersebut. Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik